Menurut Taruna, BPOM tentunya berperan penting dalam memasikan produk ATMPs telah memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiatnya sebelum digunakan oleh masyarakat. Ia menekankan perkembangan riset biologis dan ATMPs di dunia sangat pesat, dengan pasar global diproyeksikan tumbuh hingga USD569,7 miliar pada 2027.
"Data ini menunjukkan pentingnya kesiapan regulator seperti BPOM untuk melindungi kesehatan masyarakat, sekaligus memfasilitasi akses terhadap terapi inovatif yang aman dan efektif," tegasnya dalam Kongres Indonesia Orthopaedic Mechano Biology Society (IOMBS) 2025 di Bandung, dalam rilis yang diterima detikcom, Sabtu (25/10/2025).
Terkait itu, BPOM menerbitkan sejumlah regulasi baru, termasuk peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Terapi Advanced. Pedoman tersebut mengatur beberapa aspek mulai dari pengembangan, uji klinik, hingga farmakovigilans ATMPs.
Selain soal regulasi, BPOM juga menyoroti pentingnya kolaborasi triple helix antara akademi, industri, dan pemerintah. Dengan langkah ini, pihaknya berharap Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga produsen terapi medis inovatif.
"Kami berkomitmen mendorong hilirisasi riset dan mempercepat ketersediaan obat inovatif bagi masyarakat. Sehingga Indonesia mampu mandiri sekaligus berkontribusi dalam inovasi kesehatan global," jelas Taruna.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, berharap akan ada kolaborasi yang terbentuk dengan para ahli ortopedi.
"Kami harapkan nantinya akan ada pusat kolaborasi yang terbentuk antara BRIN dengan bapak ibu di ahli ortopedi dan juga kampus. Saya harapkan ada pusat kolaborasi yang lahir dari pertemuan kita hari ini," pungkasnya.
Simak Video "Video: BPOM Minta Tambahan Anggaran Rp 2,6 T, Tak Mau Kasus Gagal Ginjal Akut Terulang"
(sao/kna)