Eks Petinggi WHO Soroti Potensi KLB Penyakit Tidak Menular Pasca Bencana Sumatera

Duka dari Utara Sumatera

Eks Petinggi WHO Soroti Potensi KLB Penyakit Tidak Menular Pasca Bencana Sumatera

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Rabu, 10 Des 2025 05:30 WIB
Eks Petinggi WHO Soroti Potensi KLB Penyakit Tidak Menular Pasca Bencana Sumatera
Foto: ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
Jakarta -

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan kemungkinan munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular pasca banjir bandang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat dalam dua pekan terakhir.

Menurutnya, fase setelah bencana adalah periode krusial karena berbagai penyakit infeksi berpotensi meningkat cepat bila tidak diantisipasi sejak awal. Mengutip laporan Journal Microbiology edisi Oktober 2025, ia menekankan sejumlah pola wabah penyakit terkait banjir di Asia Tenggara.

Prof Tjandra menekankan pentingnya mengetahui jenis penyakit yang secara ilmiah terbukti sering meningkat pasca banjir bandang. Berdasarkan kajian ilmiah tersebut, penyakit yang perlu diwaspadai antara lain:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

  • Leptospirosis
  • Tifoid (Salmonella Typhi)
  • Kolera (Vibrio cholerae)
  • Hepatitis A
  • Infeksi parasit penyebab diare

"Laporan kasus infeksi dari wilayah bencana sudah mulai muncul. Akan sangat baik jika segera dilaporkan pula mikroorganisme apa yang beredar agar dapat ditangani lebih tepat," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kontaminasi Air Banjir Jadi Sumber Patogen

Air banjir di daerah terdampak berpotensi membawa feses manusia, limbah lingkungan, serta patogen dari hewan. Ketiganya disebut Prof Tjandra mudah berkontak dengan masyarakat yang masih berada di wilayah banjir maupun pengungsian.

"Kontaminasi seperti ini meningkatkan risiko munculnya penyakit berbasis air. Ini harus menjadi perhatian utama," kata Prof Tjandra.

Setelah air mulai surut, genangan kerap menjadi sarang baru nyamuk. Kondisi ini dapat memicu kenaikan kasus penyakit yang ditularkan vektor, seperti:

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Malaria

Menurut Prof Tjandra, kegiatan pengendalian vektor harus digiatkan lebih awal untuk mencegah lonjakan kasus.

Dalam kondisi bencana besar, ada lima aspek yang dapat memperparah risiko penyebaran penyakit:

  • Terganggunya layanan air bersih, sanitasi, dan kebersihan (WASH)
  • Meningkatnya resistensi antimikroba (AMR)
  • Gangguan fisik dan psikis para pengungsi
  • Kepadatan di tempat pengungsian
  • Terbatasnya pelayanan kesehatan akibat kerusakan fasilitas dan kurangnya tenaga

"Kelima faktor ini bisa membuat penyakit menular menyebar lebih cepat bila tidak ditangani dengan koordinasi kuat antar sektor," ujarnya.

Artikel ilmiah yang menjadi rujukannya mencatat enam kejadian peningkatan penyakit menular akibat banjir dan hujan ekstrem di Asia Tenggara dalam dua tahun terakhir. Tiga di antaranya terjadi di Indonesia.

Penyakit yang dominan dilaporkan antara lain leptospirosis, dengue, diare, dan bahkan kolera.

"Data ini menunjukkan bahwa risiko KLB pasca banjir bukan hal teoritis, tetapi benar-benar telah terjadi di kawasan kita," tegas Prof Tjandra.

Prof Tjandra menegaskan bahwa upaya pencegahan KLB harus dilakukan secepat mungkin. Ia menilai pemerintah perlu memberi perhatian besar pada aspek surveilans, penyediaan air bersih, sanitasi, pengendalian vektor, serta pemulihan layanan kesehatan.

"Kita tentu berharap tidak terjadi KLB pada bencana besar ini. Namun harapan saja tidak cukup, kesiapsiagaan adalah kunci," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(naf/kna)

Berita Terkait