Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI buka-bukaan soal kondisi program imunisasi di wilayah bencana Sumatera yang terganggu akibat bencana alam beberapa waktu lalu. Direktur Imunisasi Kemenkes RI Indri Yogyaswari mengungkapkan ada tiga tantangan besar dalam pelaksanaan program imunisasi di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara, yaitu stok, penyimpanan, dan tenaga kesehatan.
Indri mencontohkan misalnya di Provinsi Aceh, banyak tempat penyimpanan vaksin yang rusak karena banjir besar. Ini juga ditambah dengan kondisi listrik yang masih belum bekerja sempurna.
"Kita konfirmasi ke teman-teman di daerah, puskesmas itu banyak yang terdampak kan. Jadi refrigeratornya pada jungkir balik dan tidak bisa dipakai. Listrik juga masih down, sekarang masih diproses, beberapa puskesmas mulai di-up lagi listriknya," ungkap Indri dalam acara temu media di Jakarta Selatan, Senin (22/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi-kondisi tersebut membuat proses imunisasi terganggu, terlebih vaksin harus disimpan dengan temperatur yang baik.
Selain itu, Indri juga menyoroti faktor tenaga kesehatan atau vaksinator. Pada saat ini, kebanyakan tenaga kesehatan lebih difokuskan untuk pelayanan kesehatan bagi korban di pengungsian. Ini ditambah dengan situasi tenaga kesehatan yang juga terdampak bencana.
Untuk mengatasi hal ini, Kemenkes sudah mengeluarkan surat edaran (SE) dari Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit tentang Kewaspadaan PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) di wilayah tersebut. Selain itu, Indri menyebut pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak daerah, untuk mencari solusi terkait hal ini.
"Target kita adalah imunisasi tambahan di pos pengungsian, kemudian di desa yang terdampak langsung, sama yang tempat-tempat munculnya suspek. Karena kan suspek campak kan di situ. Itu yang kita mau sasar dulu," ungkap Indri.
Kemenkes menanggapi kondisi ini dengan serius. Terlebih, Aceh sebagai salah satu wilayah terdampak bencana juga menjadi salah satu wilayah dengan cakupan imunisasi lengkap 14 antigen terendah di Indonesia dengan 36,7 persen.
Sementara itu, Sumatera Barat sebanyak 43,4 persen dan Sumatera Utara sebanyak 62,3 persen.











































