Diet tinggi protein sebelumnya sering dikaitkan dengan peningkatan metabolisme, peningkatan massa otot, serta pengendalian kadar glukosa. Namun kni peneliti mencoba mencari tahu apakah perlemakan hati dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein.
Penyakit lemak hati nonalkohol sendiri merupakan penyakit hati yang paling umum terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Faktor risiko utamanya termasuk obesitas, diabetes tipe 2, dan gagal hati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Protein Hewani Vs Nabati, Mana yang Bisa Membuat Kenyang Lebih Lama?
Untuk memastikan bahwa berat peserta tetap stabil selama seluruh studi dan setiap penurunan berat badan tidak memengaruhi hasil studi, peneliti memberikan menu secara individual dan kandungan energinya disesuaikan dengan masing-masing individu.
Peneliti juga secara acak menentukan sumber protein yang diberikan pada peserta. Sumber utama untuk kelompok protein nabati adalah mi, roti serta kacang-kacangan. Sementara kelompok protein hewani mengonsumsi produk susu tanpa lemak serta daging putih dan ikan.
"Hasilnya kandungan lemak hati menurun secara signifikan, pada lebih dari 50 persen peserta studi. Hasil positif ini didapat baik dari kelompok protein hewani maupun nabati. Kami juga mengamati perubahan positif pada metabolisme hati dan lipid," ujar Olga Pivovarova, salah satu peneliti yang terlibat.
Menurut pakar endokrin dari DIfE, Andreas F.H Pfeiffer, lemak pada hati atau fatty liver jika tidak diobati sejak dini maka sangat berisiko untuk berlanjut menjadi diabetes tipe 2 dan dapat berkembang menjadi sirosis hati. Oleh karena itu, strategi diet yang tepat menurutnya bisa menjadi efektif untuk mencegah hal tersebut.
Baca juga: Tak Suka Makan Telur? Studi Ungkap Asupan Ini Bisa Turunkan Risiko Stroke Lho
(ajg/vit)











































