Peneliti di University of Virginia mengungkapkan bahwa kadar hormon oksitosin yang bertanggung jawab terhadap ikatan antara ibu dan anak serta perbaikan suasana hati lebih rendah pada ibu yang mengalami PPD. Studi yang dilakukan pun menemukan bahwa cara sel menerima hormon tersebut juga berbeda pada ibu yang mengalami PPD.
"Kami menemukan bahwa wanita yang tidak mengalami depresi sebelum hamil tiga kali lebih berisiko mengalami PPD jika memiliki kombinasi spesifik dari perubahan DNA pada reseptor oksitosin," kata ketua peneliti Jessica Connelly, PhD yang juga profesor psikologi kepada Fit Pregnancy dan dikutip pada Jumat (31/7/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika hasil studi ini direplikasi dan diperdalam lagi, menurut Connelly bukan tak mungkin melalui tes darah sederhana, risiko ibu mengalami PPD bisa diketahui, terutama bagi mereka yang sudah pernah depresi sebelum hamil. Apalagi, bagi wanita yang belum pernah memiliki riwayat depresi, PPD kerap kali diabaikan dan dianggap tak mungkin terjadi.
Dengan mengetahui risiko PPD, setidaknya antisipasi bisa dilakukan baik dari pihak keluarga maupun tenaga medis. Tes darah untuk menentukan risiko PPD juga bisa membantu membedakan antara baby blues dan PPD. Sebab, selama ini menurut Connelly banyak orang keliru membedakan antara baby blues dengan PPD.
"Baby blues terjadi karena mnurunnya hormon pada wanita setelah melahirkan sedangkan PPD berlangsung lebih dari dua minggu dan biasanya lebih parah. Meski begitu, jika setelah melahirkan Anda mengalami perubahan suasana hati tak menentu, ingin menyakiti diri sendiri atau bayi Anda, segera hubungi dokter Anda," kata Connelly.
Ia menambahkan bahwa bantuan dari keluarga serta masyarakat pun penting guna mengantisipasi PPD. Sebab, PPD merupakan fenomena biologis yang harus dibicarakan dan didukung, tidak bisa disembunyikan dan diabaikan begitu saja.
Baca juga: Depresi Pasca Melahirkan, Ibu Ini Akhirnya Bunuh Diri
(rdn/up)











































