Daya tahan tubuh menurun, orang dengan HIV-AIDS (ODHA) rentan terserang tuberculosis (TB). Tetapi, ketika diketahui positif TB, ada aturan saat mengonsumsi obat antituberculosis (OAT).
"Bagi ODHA yang positif TB tapi belum minum anti retroviral (ARV) harus ditangani TB-nya lebih dulu, diberi OAT baru setelah 2 minggu boleh konsumsi ARV," tutur Nurjannah, SKM, MKes dari sub direktorat AIDS Ditjen P2PL Kemenkes di Unika Atmajaya, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Hal ini dilakukan sebab interaksi antara ARV dan OAT yang dikonsumsi bersama-sama justru memiliki efek samping terhadap kerja ARV dalam menekan jumlah virus dalam tubuh. Lain halnya jika ODHA sudah mengonsumsi ARV sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Ketika Sebuah Pelukan Mampu Selamatkan ODHA dari Stigma dan Diskriminasi
Ia menambahkan, skrining TB pada ODHA penting dilakukan dengan mengkaji status TB yang bersangkutan. Apalagi, dengan daya tahan tubuh yang menurun, ODHA umumnya sulit menunjukkan gejala penyakit penyerta lain, termasuk TB. Misalnya saja, produksi air liru kurang dan jarang batuk, tidak seperti pasien TB pada umumnya yang sering batuk.
Namun, sebelum dirujuk ke poli DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) ada beberapa gejala yang dialami seperti berkeringat di malam hari padahal tidak beraktivitas, batuk tidak sembuh selama 2 minggu berturut-turut, berat badan menurun tanpa sebab.
"Memang salah satu penyakit penyerta HIV-AIDS terbesar adalah TB. Untuk mencegah ODHA tidak kena TB, bisa dengan konsumsi INH profilaksis yang mampu memprotek ODHA tanpa kontak dengan liur atau batuk sampai 3-5 tahun.
Di fasilitas kesehatan yang melayani HIV, lanjut Nurjannah, ODHA bisa mendapat INH yang dikonsumsi selama 6 bulan dibarengi dengan vitamin B6. Vitamin B6 berguna untuk mengurangi efek samping konsumsi INH berupa kebas. Kemudian, status TB yang bersangkutan tetap dipantau selama 1-3 tahun.
Baca juga: Para Aktivis Menanti Gebrakan Menkes Nila untuk HIV-AIDS
(rdn/up)











































