Salah satunya dr Kent Brantly. Ia hanyalah satu dari dua dokter saja yang dikirim dari Amerika untuk menangani pasien Ebola di sebuah rumah sakit di ibukota Liberia, Monrovia. Tak disangka, dr Kent juga ikut tertular.
"Saya ingat sembilan hari sebelum jatuh sakit, seorang wanita datang ke IGD dengan putrinya. Setelah saya periksa, sang ibu tampaknya sakit keras," tutur dr Kent kepada TIME, dan dikutip Senin (15/6/2015).
Suatu ketika pasien ini harus dibawa ke kamar mandi karena mengalami diare. Kemudian dr Kent dan rekan-rekannya berniat memindahkan sang ibu ke unit pengobatan khusus Ebola, namun putrinya terkesan tak percaya kepada dr Kent dan timnya.
Untuk meyakinkannya, dr Kent terpaksa berbicara empat mata dengan sang putri, sembari melepas masker, sarung tangan dan jas putihnya. Saat itulah dr Kent sempat meletakkan kedua tangannya ke bahu sang putri. Namun dr Kent menduga sang putri tidak mencuci kedua tangannya setelah membantu sang ibu di kamar mandi.
Keesokan paginya, sang ibu meninggal dunia, dan dari hasil pemeriksaan postmortem dipastikan wanita tersebut mengidap Ebola. Seminggu kemudian, dr Kent merasa badannya hangat, dengan suhu badan mencapai 37 derajat Celcius tapi tak begitu mengkhawatirkan.
Awalnya ia melakukan tes malaria singkat, dan hasilnya negatif. Hasilnya juga tetap sama meski ia mengulang tes ini hingga dua kali lagi. Kemudian ia memanggil ketua timnya, dan setelah itu ia diisolasi selama tiga hari. Kondisinya juga terus memburuk, bahkan suhu tubuhnya mencapai 40,5 derajat Celsius.
Baca juga: WHO Pertimbangkan Vaksinasi Ebola Masal pada Agustus 2015
Di hari keempat, ketua tim melongok lewat jendela kamar isolasi dr Kent dan mengabarkan bahwa ia positif terkena Ebola. Dan bukan hanya ia saja, salah seorang rekan sesama relawan, Nancy Writebol juga terjangkit Ebola. Keduanya akhirnya dipulangkan ke Amerika, dan dirawat secara intensif di Emory University Hospital, Atlanta.
Seketika dr Kent dan Nancy menjadi sorotan dunia karena merupakan orang Amerika pertama yang terjangkit Ebola. Beruntung setelah sempat dirawat di Liberia selama 10 hari dan di Atlanta 20 hari, Dr Kent akhirnya dinyatakan sembuh dan terbebas dari virus Ebola.
dr Kent dan Nancy juga merupakan orang pertama yang memakai obat eksperimen ZMapp yang diklaim dapat menyembuhkan seseorang dari Ebola, meski selama ini baru diujicobakan pada kera. Kondisi mereka memang membaik berkat obat tersebut, hanya saja dr Kent meyakinkan agar obat itu masih perlu disempurnakan lagi sebelum dapat dipergunakan untuk menyembuhkan para pasien Ebola di Afrika.
Dokter yang baru berusia 33 tahun itu juga mengaku ingin kembali ke Afrika untuk menangani korban Ebola, apalagi ia merasa itu adalah panggilan jiwanya.
"Saya memilih karier ini karena ingin memiliki kemampuan membantu manusia. Saya memilih datang ke Liberia karena saya ingin menghabiskan waktu saya sebagai misionaris kesehatan. Di lerung hati saya, itu adalah panggilan jiwa," ujar Brantly.
Oleh majalah TIME, dr Kent dan sejumlah rekan sesama tim medis di Liberia dipilih sebagai Person of The Year 2014. Hal ini karena mereka dianggap sebagai 'first responder' yang tak gentar mendedikasikan diri dan mempertaruhkan nyawanya untuk membantu korban Ebola di Afrika.
Baca juga: Dinyatakan Bebas Ebola, Liberia Rayakan dengan Hari Libur
Wabah Ebola di Afrika dinyatakan selesai oleh WHO pada Mei 2015 atau 14 bulan setelah wabah berjangkit pertama kali. Saat wabah berlangsung, jumlah korban mencapai 17.300 orang, dengan korban terbanyak berada di Guinea, Liberia dan Sierra Leona. Dari angka tersebut, lebih dari 6.300 orang dinyatakan meninggal dunia akibat virus tersebut. (lll/vta)











































