Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek, SpM(K) mengatakan bahwa saat ini resistensi penyakit akibat penggunaan antibiotik berlebihan bukan sekadar masalah nasional, namun sudah menjadi masalah global. Untuk itu, perlu ada kebijaksanaan dari seluruh tenaga kesehatan, termasuk dokter, apoteker dan perawat untuk tidak lagi meresepkan antibiotik pada pasien yang tidak membutuhkan.
"Ketika kuliah, dokter-dokter tentunya sudah mendapatkan pelajaran bagaimana penggunaan antibiotik secara benar dan tepat. Namun ketika praktik, seringkali terlupakan karena kekhawatiran atau lainnya," tutur Menkes Nila, dalam sambutannya di acara Seminar Cegah Resistensi Mikroba di Balai Kartini, Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Hari Paraton, SpOG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) mengatakan bahwa penanganan resistensi antibiotik di Indonesia memang belum maksimal. Hal ini terjadi karena kurangnya data soal prevalensi kasus penyakit resisten antibiotik di Indonesia.
Dilanjutkan dr Hari, Thailand dengan 70 juta penduduk saja memiliki angka kematian akibat penyakit resistensi antibiotik yang tidak sedikit, sekitar 38.000 per tahun. Karena itu dengan menggunakan prevalensi Thailand saja, asumsi kematian akibat penyakit resistensi antibiotik di Indonesia kurang lebih 130.000 per tahun.
"Hanya masalahnya di kita ini kematian akibat resistensi antibiotik sulit terlacak. Penyebab kematian yang tercatat biasanya hanya yang terdekat saja seperti misalnya gagal jantung, ginjal atau stroke. Padahal kalau dilihat, di dalam tubuh pasien itu ada bakteri resisten yang tersembunyi, cuma tidak terlaporkan," paparnya.
Baca juga: Wah, Korupsi Ternyata Berpengaruh Terhadap Resistensi Antibiotik
Oleh karena itu, Menkes Nila mengatakan perlu adanya penelitian khusus untuk melihat berapa sebenarnya angka kematian akibat resistensi antibiotik ini. Penelitian soal hal ini dikatakan Menkes sudah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.
"Karena memang kalau pencatatan kematian itu karena organ. Tapi kita sudah meminta Litbangkes untuk meneliti sebenarnya berapa banyak dan apa saja penyebab kematian dari resistensi antibiotik ini," pungkasnya. (mrs/vit)











































