Kirana, demikian nama bayi itu, lahir dengan Pierre Robin Sequence (PRS). Kelainan langka ini ditandai dengan ukuran dagu terlalu kecil (micrognathia) atau rahang bawah terlalu mundur (retrognathia). Kirana mengalami yang pertama, yakni dagu terlalu kecil.
Sang ibu, Wynanda Bagiyo Saputri (31) alias Nanda menambahkan anaknya mengalami mikrosefali, yaitu lingkar kepala di bawah ukuran rata-rata atau lingkar kepalanya kecil. Dengan lingkar kepala yang kecil, berarti Kirana butuh sesuatu lebih baik untuk pertumbuhan otaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kisah Kirana, Bayi Cantik Berdagu Kecil dengan Sederet Penyakit Langka
Menyusui anak dengan PRS juga bukan perkara mudah. Ini karena posisi mulut dan cara menyusui yang normal tidak pas untuk anak dengan PRS. Setelah mengumpulkan berbagai informasi dari ibu-ibu menyusui, Nanda menyimpulkan anak dengan PRS itu jika menyusu dengan teknik normal, maka akan berisiko tertutup jalan napasnya selagi menyusui.
"Bahkan kalau sedang tidur pun harus miring atau tengkurap, tidak bisa telentang," sambung Nanda.
Bahkan informasi yang dihimpun Nanda menyebut hampir mustahil menyusui anak dengan PRS, meskipun rahangnya sudah berkembang. Untungnya, salah satu temannya yang merupakan dokter laktasi memberi tahu teknik khusus untuk menyusui anak dengan PRS.
"Sebelum menggunakan teknik ini, anak saya beri ASI perah terus. Tapi botolnya khusus. Saya juga pernah dapat saran dari salah satu dokter waktu konsul gizi anak. Yang mengejutkan, dokter itu menyarankan untuk ditunda pemberian makanan pendamping ASI-nya sampai mencapai berat mencapai 7 kg," papar Nanda.
Baca juga: Anak Kena Cerebral Palsy dan Tak Refleks Menyusu, Besthari Konsisten Beri ASI
"Untuk itu, perlu dikasih susu formula untuk Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu susu formula yang kalorinya lebih banyak. Bahkan si dokter menyarankan agar susu BBLR yang diberikan ke anak, kadarnya lebih kental," imbuhnya.
Namun dengan beberapa pertimbangan Nanda tidak mengikuti saran itu. Termasuk saran menunda MPASI sampai berat badan putrinya mencapai 7 kg. Nanda juga sempat tergoda memberikan susu formula untuk anaknya. Sebab dengan pemberian susu formula maka bisa mengurangi jadwal memerah ASI.
Nanda pergi ke toko susu, hendak membeli susu formula dengan merek yang disarankan temannya. Awalnya Nanda ingin coba-coba dulu, untuk mengetahui anaknya alergi atau tidak. Ternyata tidak ada susu formula ukuran kecil, sehingga dia urung membelinya.
"Makanya saya jadinya tidak beli, akhirnya tidak jadi anak saya diberikan susu formula. Jadinya tetap diberikan ASI," kenang Nanda.
Saat ini, pertambahan berat putri Nanda terhitung lebih baik jika dibandingkan masa awal pertumbuhannya. "Sekarang pertumbuhan berat badannya sudah seperti anak normal, sekitar 200 sampai 300 gram per bulan,'' kata Nanda.
Apakah Anda termasuk ibu yang memilih untuk berjuang memberikan ASI bagi buah hati seperti Nanda? Apa tantangan yang Anda hadapi? Yuk share pengalaman Anda ke redaksi@detikhealth.com
Anda juga bisa share pengalaman menyusui dan foto-foto ruangan laktasi kantor Anda melalui media sosial detikHealth dengan hashtag #AyofasilitASI. Bisa di Facebook: https://www.facebook.com/detikHealth atau di Twitter: @detikHealth atau melalui Instagram: detikhealth. Ssst, ada suvenir menarik bagi yang beruntung lho! (vit/ajg)











































