"Sebanyak 600 ribu orang meninggal akibat menjadi secondhand smoker. Pembelian rokok bisa menjadi beban rumah tangga. Jutaan orang meninggal karena konsumsi rokok dan masih banyak orang merokok," tutur Dr Poonam Khetrapal Singh selaku Direktur Regional WHO untuk Kawasan Asia Tenggara.
Dr Poonam juga menyoroti bahwa jumlah kasus penyakit tidak menular (PTM) meningkat, begitu pun dengan kematian akibat PTM. Terutama untuk penyakit kardiovaskular, kanker, dan gangguan pernapasan di mana merokok menjadi faktor risiko terjadinya penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Indonesia Belum Juga Ratifikasi FCTC, Menkes: Tetap Ada Upaya yang Dilakukan
"Kita tahu bahwa konsumsi tembakau adalah penyebab dari penyakit yang sebenarnya dapat dicegah. Untuk itu, melalui pertemuan ini diharapkan delegasi dari 11 negara bisa berbagi pengalaman. Mana strategi yang paling bisa diterapkan, diadopsi negara lain sehingga kita saling berbagi dan belajar untuk mengatasi persoalan tembakau ini," terang Dr Poonam.
Ia menekankan, seluruh negara semestinya bisa menerapkan pajak dan cukai terhadap seluruh produk tembakau, menerapkan kawasan tanpa rokok, dan mengharuskan penggunaan picture health warning di seluruh kemasan rokok.
"Kita juga harus meniadakan iklan rokok. Karena seringkali saya lihat di negara-negara Asia Tenggara banyak iklan rokok dipampang besar-besar. Kita perlu diberlakukan kebijakan dan pengendalian produk tembakau yang lebih kuat untuk menolong orang mengurangi dan menghentikan konsumsi tembakau, mencegah remaja dan anak-anak mengonsumsi tembakau, dan melindungi mereka yang tidak merokok dari asap rokok," kata Dr Poonam.
Dr Poonam melanjutkan, percepatan pelaksanaan WHO FCTC penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkesinambungan Pasca 2015 (Post-2015 Sustainable Development Goals) dengan target menekan angka konsumsi tembakau.
Baca juga: Pakar: Sisha, Rokok Konvensional, dan Rokok Elektrik Sama-sama Tidak Sehat (rdn/up)











































