Survei yang dilakukan oleh Time to Change campaign ini menyasar kurang lebih 1.100 orang tua dengan anak berusia 6 hingga 18 tahun. Survei ingin melihat sejauh mana orang tua memberikan bekal soal kesehatan mental, termasuk soal stres, gangguan kecemasan dan depresi kepada anak.
Baca juga: Ditambah Depresi, Kanker Turunkan Peluang Hidup Pasien Secara Drastis
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei ini juga menyebut 45 persen orang tua tidak membutuhkan pembicaraan tentang kesehatan jiwa karena tidak penting dan terlalu awal. Sue Baker, direktur Time to Change mengatakan survei ini membuktikan masih tingginya stigma sosial terhadap kesehatan jiwa.
"Survei kami membuktikan bahwa membicarakan kesehatan mental masih terlalu canggung untuk dilakukan orang tua. Padahal anak-anak kita saat ini sangat membutuhkannya," ungkap Sue.
"Pembicaraan seputar kesehatan mental harus dilakukan tak hanya di rumah namun juga di sekolah, sosial media dan lingkaran sosial lainnya. Kesehatan mental terjadi pada tiga dari anak-anak dalam satu kelas dan ini masalah serius," tambahnya lagi, dikutip dari BBC, Jumat (4/12/2015).
Survei lainnya yang dilakukan oleh Children's Commissioner for England memastikan kesehatan mental sudah jadi masalah remaja. 62 Persen remaja mengaku pernah mencari tahu soal depresi di internet karena mereka tak memiliki keberanian untuk membicarakannya dengan orang tua atau mengunjungi dokter.
Anne Longfield dari Children's Commissioner for England mengatakan penanganan kesehatan mental remaja berbeda dengan kesehatan fisik. Jika merasa sakit perut atau tidak enak badan, anak-anak tidak akan ragu menuju klinik untuk mendapatkan pertolongan.
"Sayangnya kepercayaan diri ini tidak terlihat pada segi kesehatan mental. Padahal menjaga kesehatan mental anak sama pentingnya seperti menjaga kesehatan fisiknya," ungkap Anne.
Baca juga: Sering Terpapar Suara Bising, Risiko Stres dan Depresi pun Meningkat (mrs/up)











































