Fenomena bayi super di masa mendatang akan ditandai dengan kelahiran anak-anak dengan gen yang sudah dimofidikasi. Hal ini semakin mendekati kenyataan saat ilmuwan asal Tiongkok pada April 2015 mengumumkan bahwa mereka telah melakukan rekayasa pada embrio manusia yang memiliki penyakit genetik thalasemia.
Forum-forum ilmuwan internasional menanggapi keras hal tersebut dan meminta agar riset modifikasi genetik pada manusia dihentikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal itu, bagaimana kondisinya di Indonesia? Manajer Riset dan Pelayanan Masyarakat FKUI Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K), menjawab bahwa secara teknologi dan sumber daya Indonesia juga mampu untuk melakukan riset namun tak dilakukan. Alasannya karena hal tersebut dilarang oleh etika dan juga hukum yang ada.
"Indonesia negara yang sudah sangat ketat mengatur. Kita punya undang-undang kesehatan yang diterbitkan tahun 2009 menyebut jelas bahwa penelitian pada embrio manusia sangat dibatasi," ujar dr Wiweko yang akrab disapa dr Iko kepada detikHealth.
"Itu (ilmuwan Tiongkok -red) kloning. Hati-hati kloning itu menciptakan manusia super," lanjut dr Iko.
Menurut dr Iko bila memang niatnya untuk menghilangkan penyakit genetik, ada metode bayi tabung bernama Pre-implantation Genetic Diagnosis (PGD) yang bisa dipakai. Embrio dari pasangan suami istri bisa diseleksi dan yang sehat tak ada penyakitlah yang ditanam pada rahim.
"China itu kadang-kadang memang etiknya bebas," pungkas dr Iko.
Baca juga: Ilmuwan AS Kecam Praktik Rekayasa Genetik Pada Embrio Manusia (fds/up)











































