"Kita akan mencari tahu apa yang membuat pasien menderita. Kalau nyerinya yang membuat pasien menderita yah kita kasih obat atau kalau dia ketakutan kita cari cara untuk menguranginya," kata Dr Maria Astheria Witjaksono, MPALLC (FU) saat ditemui dalam acara Seminar Kanker Indonesia Cancer Care Community (ICCC), Museum Nasional, Jakarta, Minggu (14/2/2015).
Baca juga: Ilmuwan Kembangkan Tes Darah Terbaru untuk Melihat Mutasi Kanker
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi untuk pendampingan pasien ini agar mereka dapat bertahan melawan penyakitnya. Apabila mereka harus meninggal karena penyakit tersebut, mereka akan meninggal dengan kualitas hidup yang baik," kata dr Maria yang merupakan dokter di RS Dharmais Jakarta tersebut.
Pendampingan itu tidak berhenti setelah sang pasien meninggal, bagi keluarga yang ditinggalkan akan terus tetap didampingi agar bisa menerima kepergian pasien tersebut.
Sampai saat ini, pasien kanker dengan stadium lanjut merupakan pasien terbanyak yang ditangani oleh tim paliatif. Jenis penyakit lain yang akhir-akhir ini mulai mendapatkan perawatan paliatif adalah pasien dengan penyakit AIDS, gagal organ, penyakit neurologi dan gangguan metabolisme stadium lanjut.
Untuk biaya sendiri, terapi paliatif belum ter-cover oleh pemerintah. Namun, untuk sekali kunjungan di RS Dharmais dikenai biaya sekitar Rp 200 ribu dan gratis perawatan dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.
Baca juga: Perawatan Paliatif Juga Bermanfaat untuk Kondisi Mental Keluarga Pasien
Pada tahun 2002, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan perawatan paliatif sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa.
Caranya melalui tindakan pencegahan dan mengatasi penderitaan dengan cara deteksi dini dan penilaian yang akurat dan mengatasi nyeri dan gejala lain baik fisik, psikososial dan spiritual.
(ajg/ajg)











































