Ini sebenarnya bukan kali pertama rumah sakit yang bersebelahan dengan kampus Universitas Gadjah Mada itu memiliki alat mamografi. Namui diakui bahwa alat mamografi terbarunya ini lebih canggih.
"Sebelumnya kami punya mamografi analog, tapi yang terbaru ini berbentuk digital dan istimewanya, dilengkapi suatu sistem computer-aided detection," ungkap dr Lina Choridah, SpRad(K) kepada wartawan di International Cancer Center 'Tulip', RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Jumat (19/2/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Lina mengungkapkan kelebihan lain yang dimiliki alat mamografi terbaru dari RSUP Dr Sardjito itu di antaranya bagian dari alat yang berfungsi sebagai penopang payudara (paddle kompresi) berbentuk lengkung sesuai kontur payudara dan dilengkapi penghangat sehingga pasien merasa nyaman. Begitu juga dengan dosis sinar X yang digunakan, tergolong rendah dibandingkan dengan alat mamografi pada umumnya, yaitu hanya 0,6-0,9 mSv.
Baca juga: Takut Hingga Masalah Biaya Ditengarai Bikin Orang Enggan Skrining Kanker
Ditemui di ruang pelaksanaan mamografi, salah satu staf dari instalasi radiologi RSUP Dr Sardjito menjelaskan, pasien akan diberi baju khusus sebelum mamografi dimulai. Barulah kemudian, payudara pasien diletakkan di atas paddle kompresi dan secara otomatis, alat akan menekan payudara sampai didapatkan gambaran jaringan payudara yang diinginkan.
"Tingkat sensitivitas pasien berbeda-beda. Kalau menangis itu biasanya karena ketakutan aja," katanya
Untuk satu kali skrining, waktu yang dihabiskan tak kurang dari lima menit. Alat mamografi itu akan memotret jaringan payudara pasien dari empat sisi, yaitu atas, bawah dan sisi kanan-kiri untuk mengantisipasi persebaran tumor atau kanker hingga ketiak.
Akan tetapi mamografi bukanlah prosedur yang bisa dilakukan tanpa rekomendasi dokter. dr Lina mengingatkan, untuk skrining rutin, mamografi hanya boleh diberikan kepada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Untuk diagnosis pada perempuan muda pun, si calon pasien harus menjalani pemeriksaan fisik seperti lewat ultrasonografi dan biopsi terlebih dahulu, baru diperbolehkan untuk mamografi sebagai cara melihat sejauh mana perluasannya. Pemeriksaan diperlukan utnuk memastikan ada tidaknya indikasi malignancy atau keganasan maupun tidak.
"Pasien tidak bisa datang langsung minta mamografi. Harus melewati tahapan screening dulu dari dokter onkologinya. Kalau memang butuh mamografi baru dibawa kesini," tegasnya.
Baca juga: Faktor-faktor Ini Sering Bikin Kanker Payudara Terlambat Ditangani
Direktur Medik dan Keperawatan, dr Rukmono Siswishanto, MKes, SpOG, menambahkan, untuk satu kali prosedur skrining dengan alat mamografi ini, biaya yang dikenakan sebesar Rp 600.000, dan dapat ditanggung oleh BPJS, asalkan pasien datang dengan membawa surat rujukan dari dokter di puskesmas atau layanan kesehatan lain yang mengindikasikan adanya benjolan atau kanker.
"Tetapi untuk pasien yang meminta general check-up dan mamografi, biaya ditanggung sendiri oleh yang bersangkutan," jelasnya.
(lll/vit)











































