Sayangnya karena pemahaman itulah, wanita-wanita ini justru tidak menyadari bahaya apa yang sedang mengintai calon-calon bayi mereka.
Hal inilah yang coba diungkap Prof Judith Zelikoff dan timnya dari New York University lewat penelitian terbaru mereka yang dipresentasikan di konferensi tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS) baru-baru ini. Penelitian itu mengungkap, wanita yang menghisap rokok elektrik saat hamil akan mengganggu perkembangan janin dalam kandungannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Hasil USG Ini Tunjukkan Kondisi Janin dari Ibu Perokok dan Non-perokok
Kemudian mereka mengamati otak bayi tikus dan juga otak anak anjing. Secara mengejutkan, Zelikoff menemukan perbedaan yang nyata dalam susunan genetik masing-masing, utamanya pada bayi tikus yang 'dipaksa' menghirup udara dari rokok elektrik sejak masih dalam kandungan.
Terlihat ada lebih dari 2.630 gen pada otak bayi tikus, yang mengalami perubahan akibat menghirup uap rokok elektrik tersebut, dan pada akhirnya memicu sejumlah masalah seperti gangguan saraf, gangguan pembelajaran, daya ingat, koordinasi anggota gerak, hingga kemungkinan untuk menjadi hiperaktif.
"Menariknya, rokok elektrik yang tidak mengandung nikotin justru memberikan perubahan yang lebih besar pada genetik bayi tikus, dan perubahan pada otaknya identik dengan yang ditemukan pada pasien gangguan mental seperti skizofrenia," kata Zelikoff seperti dilaporkan Medical Daily.
Baca juga: Meski Sudah Setop, Efek Rokok pada Wanita Tetap Pengaruhi Janinnya Kelak
Dalam percobaan lain, peneliti juga berhasil membuktikan bahwa paparan uap dari rokok elektrik dalam kandungan dapat menurunkan tingkat kesuburan hewan pejantan. Sebab anak anjing yang menghirup uap dari rokok elektrik menghasilkan sperma kurang dari separuh dari yang biasa dihasilkan anjing sehat.
Bahkan beberapa di antaranya mengalami gangguan motilitas atau pergerakan, yang menjadi indikator subur tidaknya seorang pejantan.
Untuk itu, menurut Zelkoff, keamanan rokok elektrik masih cenderung diabaikan, padahal risiko yang ditimbulkannya bisa lebih buruk dari menghisap rokok biasa. Ia pun berharap ada lebih banyak studi yang mau memastikan hal ini. (lll/vit)











































