Meski telah menangani sejumlah penyakit langka, RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) hingga saat ini belum memiliki laboratorium genetik yang komprehensif untuk keperluan diagnosis. Padahal, sekitar 80 persen penyakit langka berhubungan dengan genetik.
Memenuhi kebutuhan laboratorium genetik untuk penyakit langka juga tidak semudah yang dibayangkan. Karena ilmu pengetahuan di balik penyakit langka terus berkembang, teknologi yang saat ini dianggap canggih dalam 1-2 tahun berikutnya bisa saja sudah ketinggalan zaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus inisiatif mencari sendiri, nitip teman di luar negeri. Kadang butuh dari dokter setempat, lalu sampai di Indonesia masih harus tertahan di bandara," kata Daru Marhaendy, orang tua Janisha pasien Maple Syrup Urine Disease (MSUD) yang meninggal tahun 2013 silam.
Baca juga: RSCM: Penyakit Disebut Langka Jika Pengidapnya Kurang dari 1:2.000
Regulasi tentang obat dan makanan sering pula menjadi hambatan. Susu formula khusus untuk penyakit-penyakit metabolik bawaan sering digolongkan sebagai makanan, sehingga harus melalui prosedur tertentu yang mempersulit pasien yang mendatangkannya dari luar negeri.
"Padahal bagi pasien seperti ini, susu tersebut adalah obatnya. Mereka tidak bisa memetabolisme asam amino tertentu, dan hanya bisa dihindari dengan mengonsumsi susu yang diformulasi khusus tanpa asam amino tersebut," jelas Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) pakar penyakit metabolik langka dari RSCM, dalam peringatan Hari Penyakit Langka di Hotel DoubleTree, Cikini, Senin (29/2/2016).
Masalah yang tidak kalah penting adalah jaminan kesehatan. Sebagian besar obat untuk penyakit langka umumnya belum ditanggung oleh asuransi.
Baca juga: 29 Februari: Tanggal Langka untuk Penyakit Langka (up/up)











































