Tapi tentu sekuat apapun perlindungan yang diberikan, sehari-hari astronot harus bekerja di lingkungan yang jauh berbeda dari Bumi. Dampaknya dapat dipastikan akan memengaruhi tubuh dan memicu beragam kondisi kesehatan.
Dengan kondisi minim gravitasi misalnya sistem kardiovaskular manusia akan tak berjalan dengan baik. Darah akan mengalir ke dada dan kepala membuat wajah membengkak dan menyebabkan tekanan darah tinggi. Degupan jantung juga bisa jadi tak teratur (cardiac arrythmia) sehingga meningkatkan risiko serangan jantung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi minim gravitasi ini lebih jauh juga membuat seorang astronot berisiko mengalami penurunan massa otot dan tulang. Alasannya karena kedua jaringan tersebut lama tak terstimulasi akibat gravitasi membuat semua serba ringan. Studi melihat dalam waktu 5-11 hari seorang astronot bisa kehilangan sampai 20% massa ototnya dan dalam sebulan 10 persen massa tulang.
"Dalam lingkungan gravitasi mikro, karena berkurangnya rangsangan, ada peningkatan resorpsi tulang dan penurunan formasi tulang yang berujung pada hilangnya massa tulang pada tingkat sekitar 10 kali lipatnya osteoporosis," kata peneliti medis Hiroshi Ohshima, seperti dikutip dari situs resmi National Aeronautics and Space Administration (NASA), Senin (11/4/2016).
Oleh karena itu untuk meminimalkan dampak masalah kesehatan seorang astronot harus menghabiskan banyak waktunya berolahraga. Tapi tetap ketika kembali ke bumi butuh waktu sekitar 3-4 tahun untuk mengembalikan tubuh ke kondisi semula meski tak bisa 100 persen seperti sedia kala.
Ahli imunologi NASA Brian Crucian melanjutkan kadang seorang astronot rentan juga alami masalah pada sistem imunnya. Perilaku sistem imun bernama sel T bisa berubah menjadi lebih terganggu aktivasinya.
"Hal-hal seperti radiasi, mikroba, stres, gravitasi mikro, perubahan pola tidur, dan isolasi semua dapat berdampak pada sistem imunitas kru. Bila kondisi ini terjadi pada misi luar angkasa yang berlangsung lama akan ada peningkatan risiko untuk infeksi, hipersensitif atau masalah autoimun," pungkas Crucian.
Baca juga: Tidur dan Dibayar Rp 50 Juta per Bulan? Jadilah Objek Penelitian NASA (fds/vit)











































