Meski Tunanetra, Suryo Bisa Selesaikan Puzzle Rubik Kurang dari 2 Menit

Jakarta - Sebagian besar masyarakat tentu mengenal puzzle kubus berwarna-warni yang disebut rubik. Dengan menggeser-geser bagian kubus, pemain dituntut harus menyamakan warna di semua bagiannya.

Di dunia internasional rubik dijadikan ajang kompetisi untuk melihat siapa yang paling cepat bisa menyelesaikannya. Meski sekilas tampaknya rubik hanya bisa diselesaikan oleh mereka yang memiliki koordinasi mata dan tangan terlatih, para penyandang tunanetra dari yayasan Mitra Netra membuktikan anggapan itu salah.

Adalah Suryo Pramono (34) beserta rekannya yang menunjukkan bahwa rubik pun bukan tantangan berat bagi penyandang tunanetra bila diberikan kesempatan. Pada perayaan ulang tahun yayasan Mitra Netra ke-25 ia mendomenstrasikan keterampilannya menyelesaikan puzzle rubrik standar 3X3 dengan catatan waktu tercepat satu menit 20 detik.

Hal ini ia lakukan selain sebagai cara untuk menyalurkan hobinya juga sebagai cara membantu agar anak-anak tunanetra bisa memiliki banyak akses terhadap mainan. Di yayasan tuna netra Suryo berusaha bagaimana permainan yang biasa dimainkan oleh orang umumnya bisa dimodifikasi menjadi ramah bagi tunanetra.

Suryo dkk saat unjuk kebolehan (Foto: Firdaus Anwar/detikHealth)

Baca juga: Ketika Para Tunanetra Unjuk Kebolehan

"Kalau untuk rubik ini kotak-kotaknya kita pakaikan simbol yang terasa. Cara belajarnya step by step dari menyelesaikan lantai dasar, tengah, terus lantai akhir langkah per langkah. Dulu waktu pertama kali belajar untuk lantai dasarnya aja kita bisa seharian, itu bahkan nggak selesai," kata Suryo ketika ditemui detikHealth di acara syukuran Mitra Netra, Senin (23/5/2016), Menara Mega Syariah, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Kita milih rubik karena ini kan mainannya orang melihat, karena warna kan, yang belum tentu mereka bisa. Bagaimana tunanetra bisa menyelesaikannya dan kita menang kompetisi sama teman jadi kepuasan pribadi," lanjut Suryo.

Ketua Pembina Yayasan Mitra Netra Anita Ratnasari Tanjung mengatakan tunanetra sebetulnya bukan 'beban' yang selama ini kerap dianggap oleh masyarakat luas. Bila diberikan kesempatan dan pendidikan yang layak maka keterampilan penyandang bisa berkembang sehingga malah bisa menjadi aset penting.

"Beberapa para tunanetra telah berhasil bekerja di perhotelan, rumah sakit, bahkan mereka ada yang bekerja secara mandiri jadi penerjemah atau penulis. Ini menunjukkan bahwa tunanetra yang berpendidikan dapat berkarya sesuai minatnya masing-masing," kata Anita.

Baca juga: Keren! Anak-anak Tuna Netra Ini Jago Main Angklung Hingga Komputer (fds/vit)