Ingat Tusuk Gigi Pendeteksi Boraks? Penciptanya Kini Bikin Pendeteksi Merkuri

Ingat Tusuk Gigi Pendeteksi Boraks? Penciptanya Kini Bikin Pendeteksi Merkuri

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Kamis, 16 Jun 2016 07:14 WIB
Ingat Tusuk Gigi Pendeteksi Boraks? Penciptanya Kini Bikin Pendeteksi Merkuri
Foto: dok. pribadi Lutfia Adila
Jakarta - Masih ingat tusuk gigi pendeteksi boraks karya peneliti muda yang populer beberapa waktu lalu? Salah satu penciptanya, Lutfia Adila kembali berinovasi membuat alat pendeteksi merkuri.

Merkuri (Hg) merupakan logam berbahaya yang masih sering ditemukan dalam kosmetik dan obat-obatan. Salah satunya pada produk-produk pemutih kulit. Meski manjur memutihkan kulit, logam ini terakumulasi dalam tubuh dan efek sampingnya bisa memicu kanker yang mematikan.

Keberadaan merkuri dalam kosmetik biasanya dideteksi di laboratorium kimia dengan metode khusus yang disebut spektrofotometri. Lebih tepatnya adalah spektrofotometri serapan atom atau AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk penggunaan sehari-hari, metode ini tentu tidak praktis. Alat yang digunakan cukup rumit, dan harganya juga tidak murah. Sekitar US$ 15.000, atau lebih dari Rp 225 juta. Inilah yang menginspirasi Lutfi Adila alias Dila, bersama rekan-rekannya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, untuk berkreasi.

"Kali ini kami mendapat hibah dana dari Kemenristek-dikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) untuk program kreativitas mahasiswa 2016 dan akan diikutkan dalam konferensi internasional," kata Dila kepada detikHealth, Kamis (16/6/2016).

Baca juga: Nah Lho! Penjualan Tusuk Gigi Pendeteksi Boraks Bikin Kecewa Peneliti Muda

Dila dan rekan-rekannya menciptakan alat yang mereka namakan Mercury Auto Detection System (MADS). Dibanding spektrofotometer AAS, alat ini diklaim jauh lebih praktis. Tinggal melarutkan sampel kosmetik yang akan diperiksa, nyalakan alat, maka hasilnya akan segera muncul saat itu juga.

Portabilitas juga menjadi kelebihan alat ini, dibanding spektrofotometer AAS. Karena bisa dioperasikan dengan baterai yang bisa diisi ulang, alat ini tidak butuh laboratorium khusus dan bisa dipakai di lapangan.

Tim yang mengerjakan proyek ini terdiri dari Andy Aulia Prahardika (Teknik Industri 2013), Al Birru Kausal Poso (Teknik Kimia 2013), Luthfia Adila (Teknik Industri 2015), I Made Wiryawan (Teknik Elektro 2015), dan Tirta Inovan (Teknik Elektro 2015).

Ke depan, para peneliti muda ini akan terus mengembangkan alatnya. Tidak hanya merkuri yang bisa dideteksi, melainkan juga untuk unsur-unsur lain yang berbahaya bagi manusia dan mungkin masih banyak ditemukan dalam produk sehari-hari.

Baca juga: Dianggap Tak Orisinil, Ini Tanggapan Penemu Tusuk Gigi Pendeteksi Boraks

(up/vit)

Berita Terkait