Mana yang Paling Menular: Hepatitis A, B atau C?

Hari Hepatitis Sedunia

Mana yang Paling Menular: Hepatitis A, B atau C?

Martha HD - detikHealth
Kamis, 28 Jul 2016 12:03 WIB
Mana yang Paling Menular: Hepatitis A, B atau C?
Foto: Thinkstock
Jakarta - Meski insidensinya tinggi, tak banyak orang yang memahami apa perbedaan dari hepatitis A, B maupun C. Dan yang tak kalah penting, masih ada yang menganggap bahwa kesemuanya fatal. Padahal belum tentu begitu.

Perbedaan paling menonjol dari ketiga jenis hepatitis terletak pada dari metode penularannya, hepatitis A lebih banyak menular lewat mulut atau makanan yang dikonsumsi. "Artinya ada orang yang memasak makanan, lalu mungkin menularkan virus ini. Bisa jadi dia mengidap virus ini namun tidak sampai sakit dan menularkannya," jelas dr Duddy Mulyawan Djajadisastra, SpPD-FINASIM dari RS Bethsaida.

Bahkan saat sudah 'sembuh' pun, yang bersangkutan masih bisa menularkannya. Sebab dalam beberapa penelitian disebutkan, virus hepatitis ini dapat terdeteksi dalam periode yang cukup lama atau lebih dari dua bulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan hepatitis B dan C ditularkan melalui darah atau komponen darah. "Jadi pemakaian alat pribadi bersama seperti pisau cukur dan sikat gigi, dapat meningkatkan risiko penularan," katanya kepada detikHealth.

Begitu juga dengan penggunaan jarum suntik bersama, atau dari alat pembuat tato yang tidak steril, bercinta dengan pasangan yang sering melakukan hubungan seksual secara bebas, dan penularan dari ibu ke bayinya.

Meski begitu, prevalensi hepatitis B di masyarakat lebih banyak dari hepatitis C karena menurut dr Duddy, virus hepatitis B 10 kali lipat lebih menular dari virus hepatitis C.

Baca juga: Dari Semua Jenis, Hepatitis B Sebabkan Kematian Terbanyak di Asia Tenggara

Dalam kesempatan terpisah, Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSCM mengungkapkan, sayangnya gejala hepatitis B kadang tidak begitu jelas terlihat di awal-awal serangan. Bahkan pada kasus-kasus tertentu, gejala baru bisa muncul saat kondisi si pasien sudah menjadi akut.

"Artinya bisa saja hepatitis A dan B sama gejalanya, atau bahkan tidak mengalami gejala sama sekali," ujarnya.

Ditambahkan koleganya, Dr dr Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM, pasien hepatitis yang tidak menemui gejala sama sekali ketika jatuh sakit mencapai 80 persen. "Baru sisanya sempat timbul gejala seperti tubuh dan urine menguning, dan nggak enak badan atau tubuh lemas," imbuhnya.

Baca juga: Deteksi Dini dan Vaksinasi Dipertimbangkan Untuk Eradikasi Hepatitis

dr Duddy juga memaparkan secara umum, hepatitis B dan C berlangsung kronis. Artinya pasien mengidap virus dalam waktu lama dan sampai enam bulan, tubuhnya tidak berhasil mengeliminasi virus tersebut. "Itulah sebabnya gejalanya hampir tidak ada. Kalaupun ada sangat minimal, seperti pegal atau infeksi flu biasa," tambahnya.

Padahal hepatitis B dan C yang kronis dapat memicu berbagai jenis komplikasi, mulai dari mata dan feses atau kotoran yang berwarna kuning kecokelatan, perut buncit berisi air, hingga kemungkinan muntah darah dan kotoran yang berwarna kehitaman serta kanker hati.

"Belum lagi komplikasi pada hepatitis menuntut pengobatan yang intensif dan mahal. Akibatnya survival-nya juga berlangsung pendek," tutupnya. (lll/vit)

Berita Terkait