Bukan Hanya Pasien, Dokter Jiwa Juga Kerap Dipandang 'Nggak Pakai Mata'

Doctor's Life

Bukan Hanya Pasien, Dokter Jiwa Juga Kerap Dipandang 'Nggak Pakai Mata'

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Kamis, 28 Jul 2016 16:00 WIB
Bukan Hanya Pasien, Dokter Jiwa Juga Kerap Dipandang Nggak Pakai Mata
Foto: Rahma Lillahi Sativa
Yogyakarta - Dipandang sebelah mata. Ini adalah istilah 'halus' yang biasanya melekat pada mereka yang mendapatkan perlakuan tidak adil atau bahkan diskriminasi. Ironisnya, banyak orang yang tidak sadar jika mereka telah memperlakukan orang lain dengan cara seperti ini.

Inilah yang dialami dr Ronny Tri Wirasto, SpKJ. dr Ronny bahkan mengatakan psikiater tak lagi dipandang sebelah mata, melainkan 'nggak pakai mata' karena besarnya diskriminasi yang dihadapinya.

Contoh sederhananya, ia hanya bisa pasrah ketika mendengar pasien penyakit lain justru terdengar 'bangga' jika mereka pulang berobat dari dokter lain selain psikiater. Ia kemudian menggambarkannya dalam sebuah dialog sederhana dalam bahasa Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kowe bar seko ngendi? (Anda dari mana?)/Bar mulih seko berobat? (Habis berobat)/Berobat ngendi? (Berobat ke mana)/Dokter jantung atau ada dokter bedah. Mereka dengan bangganya mengatakan itu," kisahnya.

Padahal penyakit yang membutuhkan perawatan atau pengobatan dokter jantung dan dokter bedah misalkan, bukanlah penyakit sepele, bahkan justru berat. Namun 'kebanggaan' ini tidak ditemukan pada pasiennya, bahkan banyak yang malu mengakui bila mereka habis berobat ke psikiater atau dokter spesialis kedokteran jiwa seperti dirinya.

Baca juga: Unik, Dokter Ini Teliti Manfaat Poco-poco untuk Cegah Demensia

Menurut dr Ronny, ini hanyalah satu dari tiga tantangan yang dihadapi psikiater, yaitu tantangan sosial. Tantangan lainnya adalah tantangan psikis dan fisik, ini yang tidak banyak diketahui orang.

"Dari segi psikis, saat kita menghadapi orang dengan berbagai macam keluhan, mau tidak mau kita akan terbebani, tapi kitanya juga harus menunjukkan mental sekuat mungkin. Selain itu, pasien dengan gangguan jiwa yang lagi akut, kemudian mengamuk, maka fisik kita yang kena," jelasnya saat berbincang dengan detikHealth usai Inisiasi Sistem Rehabilitasi Pasien Skizofrenia Terintegrasi di DIY, di Hotel Santika Premiere Yogyakarta, Rabu (27/2/2016).

Akan tetapi baginya itu hanyalah konsekuensi pekerjaan. Pada dasarnya dengan mendalami kesehatan jiwa, bapak dua anak itu justru bisa mempelajari bagaimana caranya menghadapi dan mensikapi orang lain.

Di sisi lain, dr Ronny mengeluhkan, dari sekian banyaknya kasus kesehatan jiwa di DI Yogyakarta, jumlah psikiater yang bertugas di wilayah ini sangatlah sedikit, hanya sekitar 30-an orang saja.

"Padahal untuk gangguan jiwa berat saja 9.000 orang, belum yang ringan. Itu pun nggak semuanya berobat. Dan disitu tantangan beratnya, karena pasien tidak mau datang ke kita, kitanya pengen bantu tapi nggak tau mau mendatangi siapa," kata dokter yang aktif lewat akun Twitter @PsikiaterJogja tersebut.

Baca juga: dr Bambang Eko Sunaryanto dan Pengalaman Tangani Politikus Sakit Jiwa

Terkait stigma yang kerap menghantui pasien gangguan jiwa, dr Ronny mengingatkan, secara umum, masalah kesehatan jiwa sebenarnya begitu lekat dengan keseharian masyarakat, hanya saja tidak disadari. Masalah kesehatan jiwa itu muncul karena adanya gangguan pada fungsi pikiran, fungsi perasaan atau fungsi perilaku seseorang, baik 'porsinya' sedikit atau banyak.

"Saat gangguannya sedikit, sering kita tidak sadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari ini muncul, contohnya kurang tidur, motivasi berkurang, gairah menurun, mood-moodan, malas kerja, sakit perut atau sakit kepala yang tak sembuh-sembuh tanpa sebab. Dibawa ke dokter mana-mana hasilnya tidak memuaskan," tutur dokter yang berpraktik di RSUP Dr Sardjito itu.

Ketika akhirnya kondisi ini mulai mengganggu kehidupan sehari, inilah yang kemudian disebut sebagai gangguan jiwa ringan. Itu berarti bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa berat, fungsi berpikir, berperasaan dan berperilakunya benar-benar hilang, bahkan tak jarang mereka tak lagi bisa mengenali dirinya sendiri.

"Dia tidak akan mengaku sebagai karyawan, tetapi mengaku Prabu Siliwangi atau utusan Tuhan, dsb. Atau dia mengalami kondisi di mana tubuh dan pikirannya dikendalikan orang lain, atau bahkan seperti kosong. tidak menjadi dirinya sendiri, mendengar sesuatu yg tidak ada wujudnya," urainya.

Biodata
Nama lengkap: dr Ronny Tri Wirasto, SpKJ
Tempat tanggal lahir: Yogyakarta, Januari 1976
Status: Menikah dengan dua anak
Praktik: RSUP Dr Sardjito dan RSUD Kota Yogyakarta

Pendidikan
Pendidikan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (1993-1997)
Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM (2005-2007)
S2 Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis FK UGM (2001-2007)
S3 Ilmu Kedokteran FK UGM (sedang berjalan) (lll/vit)

Berita Terkait