Olahraga memang memberikan banyak manfaat, tapi tubuh bisa memberi sinyal bahaya ketika aktivitas dilakukan terlalu berat atau tidak sesuai kemampuan. Peserta olahraga ekstrem seperti lari trail perlu lebih peka terhadap tanda-tanda tersebut agar terhindar dari risiko yang tak diinginkan seperti jantung kolaps.
Spesialis kedokteran olahraga dr Andhika Raspati, SpKO, mengatakan peserta olahraga harus segera memperlambat atau menghentikan aktivitas jika mulai merasakan gejala tidak biasa.
"Feeling subjective juga penting. Kayak udah mulai ngerasa kok ngap banget ya, slow down pelan-pelan, atau mulai ngerasa nggak nyaman di dada, atau mulai kliyengan, atau mulai ngerasa kayak mau pingsan dan sebagainya, itu bisa jadi alarm gitu, udah jerit nih, udah dong guys, slow down, slow down gitu," ucapnya dalam tayangan detikSore, Selasa (9/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mendengarkan sinyal tubuh, penggunaan smartwatch juga bisa membantu memantau detak jantung (heart rate) selama aktivitas berlangsung. Namun, dr Andhika menegaskan perangkat tersebut tidak bisa dijadikan patokan utama.
dr Andhika juga mengingatkan agar peserta tidak memaksakan diri berlari ketika kondisi tubuh sedang tidak fit.
Menurutnya, beberapa masalah ringan seperti kurang tidur, badan tidak enak, atau mengalami diare justru bisa meningkatkan risiko bahaya saat berolahraga. Kondisi tersebut dapat menyebabkan dehidrasi tanpa disadari.
"Diare itu bahaya karena bisa bikin dehidrasi. Dan begitu orang dehidrasi dibawa lari, itu macam-macam tuh (risikonya). Bisa ke heatstroke, bisa ke jantung," ujarnya.
Saksikan Live DetikPagi :
(suc/up)











































