Mitos dan Fakta Diet Keto yang Kamu Perlu Tahu

Mitos dan Fakta Diet Keto yang Kamu Perlu Tahu

Frieda Isyana Putri - detikHealth
Senin, 12 Mar 2018 22:21 WIB
Mitos dan Fakta Diet Keto yang Kamu Perlu Tahu
Foto: Thinkstock
Jakarta - Diet keto atau diet ketogenik adalah diet yang mengutamakan asupan lemak dan mengurangi asupan karbohidrat untuk memicu ketosis. Yaitu sebuah proses di mana tubuh mengubah lemak menjadi energi, seperti yang diulas dalam Journal of European Nutrition.

Dengan adanya ketosis, diharapkan akan membantu untuk menurunkan berat badan. Diungkapkan oleh Andy De Santis, R.D, ahli gizi dari Toronto, karena kebanyakan orang makin gemuk karena mengonsumsi karbo terutama yang terproses, maka menguranginya adalah cara termudah untuk memotong kalori.

Saking terkenal dan ampuhnya diet ini banyak orang yang mengikutinya, termasuk para selebritis. Tetapi, menurut De Santis, perlu diketahui bahwa sebenarnya diet ini tidak diperuntukkan bagi yang ingin mengurangi berat badan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Dikutip dari Women's Health, berikut 5 mitos umum seputar diet keto beserta faktanya, untuk membantumu apakah diet keto cocok untukmu atau tidak.

Mitos: Ketosis dan Ketoacidosis adalah hal yang sama

Foto: ilustrasi/thinkstock
Faktanya: menurut Jim White, R.D.N., pemilik dari Jim White Fitness and Nutrition Studios di Virginia Beach, jangan keliru mengartikan ketosis sama dengan ketoacidosis.

"Ketoacidosis adalah satu keadaan yang berpotensi mengancam jiwa dimana darah tubuh menjadi sangat asam, dan paling sering terlihat pada penderita diabetes," tutur White. Gejalanya adalah nyeri abdomen, kelelahan, haus, nafas pendek, pusing, dan pandangan buram.

Mitos: Kamu bisa makan jenis lemak apapun

Foto: Istimewa
Faktanya: kamu tidak bisa sembarangan makan lemak, terutama lemak jenuh. Kebanyakan pelaku diet malah dengan santainya makan bakon karena ia mengklaim dirinya butuh lemak dan bakon adalah salah satu solusi terbaik. Salah banget!

Menurut Journal of the American College of Nutrition, untuk mengganti lemak jenuh (bakon, sosis, ham, dll.) dengan lemak tak jenuh (kacang walnut, flaz seed, ikan, dll.) lebih efektif mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan kanker.

"Optimalkan gaya hidup ketogenikmu dengan memberikan sedikit rasa Mediterannean," kata Roehl. "Fokus untuk mendapatkan lemakmu dari minyak zaitun berkualitas tinggi, kacang-kacangan dan biji-bijian, serta ikan berlemak."

Mitos: Otak bisa berfungsi secara normal tanpa karbo

Foto: iStock
Faktanya: otak butuh karbohidrat untuk berfungsi secara normal, dan ketika kamu lapar, otakmu justru berteriak membutuhkan glukosa, yaitu satu-satunya zat yang ia butuhkan sebagai sumber energi, dan karbohidrat adalah penyumbang terbesar.

Riset menunjukkan bahwa otak membutuhkan 100 gram glukosa tiap harinya untuk berfungsi normal, sementara diet keto biasanya hanya mengasup sekitar 50 gram.

Saat tubuh menjadi 'fat adapted' pada pelaku diet keto, otak mereka mengubah ketone menjadi energi, namun White menyebutkan bahwa hal ini butuh beberapa minggu sampai berbulan-bulan.

Mitos: Diet ini adalah solusi jangka panjang

Foto: iStock

Faktanya: makin lama kamu melakukan diet keto, makin besar risiko kamu kehilangan massa otot, menurut para peneliti di tahun 2017.

Selain itu, hal ini dapat berakibat penolakan pada metabolisme, yang berarti bahwa tubuhmu akan membakar sedikit dari keseluruhan kalori saat kamu mulai menjaga berat badan. Disarankan oleh para peneliti untuk melakukan diet ini tidak lebih dari beberapa minggu, misalnya hanya ketika kamu tak sempat pergi ke gym untuk olahraga.

Dan lagi, dengan melakukan diet keto hanya dalam waktu singkat dapat membantu meningkatkan "fleksibilitas metabolis" atau kemampuan tubuh untuk mendapatkan energi dari berbagai sumber, yang terkait dengan kesehatan dan penurun berat badan yang lebih baik.

Halaman 2 dari 5

Faktanya: menurut Jim White, R.D.N., pemilik dari Jim White Fitness and Nutrition Studios di Virginia Beach, jangan keliru mengartikan ketosis sama dengan ketoacidosis.

"Ketoacidosis adalah satu keadaan yang berpotensi mengancam jiwa dimana darah tubuh menjadi sangat asam, dan paling sering terlihat pada penderita diabetes," tutur White. Gejalanya adalah nyeri abdomen, kelelahan, haus, nafas pendek, pusing, dan pandangan buram.

Faktanya: kamu tidak bisa sembarangan makan lemak, terutama lemak jenuh. Kebanyakan pelaku diet malah dengan santainya makan bakon karena ia mengklaim dirinya butuh lemak dan bakon adalah salah satu solusi terbaik. Salah banget!

Menurut Journal of the American College of Nutrition, untuk mengganti lemak jenuh (bakon, sosis, ham, dll.) dengan lemak tak jenuh (kacang walnut, flaz seed, ikan, dll.) lebih efektif mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan kanker.

"Optimalkan gaya hidup ketogenikmu dengan memberikan sedikit rasa Mediterannean," kata Roehl. "Fokus untuk mendapatkan lemakmu dari minyak zaitun berkualitas tinggi, kacang-kacangan dan biji-bijian, serta ikan berlemak."

Faktanya: otak butuh karbohidrat untuk berfungsi secara normal, dan ketika kamu lapar, otakmu justru berteriak membutuhkan glukosa, yaitu satu-satunya zat yang ia butuhkan sebagai sumber energi, dan karbohidrat adalah penyumbang terbesar.

Riset menunjukkan bahwa otak membutuhkan 100 gram glukosa tiap harinya untuk berfungsi normal, sementara diet keto biasanya hanya mengasup sekitar 50 gram.

Saat tubuh menjadi 'fat adapted' pada pelaku diet keto, otak mereka mengubah ketone menjadi energi, namun White menyebutkan bahwa hal ini butuh beberapa minggu sampai berbulan-bulan.

Faktanya: makin lama kamu melakukan diet keto, makin besar risiko kamu kehilangan massa otot, menurut para peneliti di tahun 2017.

Selain itu, hal ini dapat berakibat penolakan pada metabolisme, yang berarti bahwa tubuhmu akan membakar sedikit dari keseluruhan kalori saat kamu mulai menjaga berat badan. Disarankan oleh para peneliti untuk melakukan diet ini tidak lebih dari beberapa minggu, misalnya hanya ketika kamu tak sempat pergi ke gym untuk olahraga.

Dan lagi, dengan melakukan diet keto hanya dalam waktu singkat dapat membantu meningkatkan "fleksibilitas metabolis" atau kemampuan tubuh untuk mendapatkan energi dari berbagai sumber, yang terkait dengan kesehatan dan penurun berat badan yang lebih baik.

(up/up)

Berita Terkait