Namun saat dihubungi detikHealth, Sekretaris Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) enggan menyebut alasan pemecatan. Ia hanya membenarkan isi surat yang menyebut ada pelanggaran etik serius atau serious ethical misconduct.
"Yang harus digarisbawahi, kita tidak menyinggung akademiknya yang sudah lulus S3. Kami juga tidak berbicara mengenai 'brain wash'-nya," tegas dr Pukovisa kepada detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan oleh dr Puko, tugas dan kewajiban MKEK hanya sampai pada putusan tersebut. Eksekusi penjatuhan sanksi diserahkan pada pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), baik pusat maupun daerah, atau perhimpunan dokter spesialis terkait.
"Yang jadi jaksa dan polisi, masuknya ke badan eksekutif," tutur dr Puko.
Dalam surat yang beredar, disebutkan dr Terawan mendapat sanksi berupa pemecatan sementara selama 12 bulan. Sanksi tersebut berlaku sejak 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Februari 2019.
"Dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktiknya," demikian kutipan surat tersebut.
Terapi cuci otak yang diperkenalkan dr Terawan sempat menjadi kontroversi. Sejumlah tokoh termasuk Dahlan Iskhan pernah memberikan testimoni tertang terapi yang diklaim bisa menyembuhkan stroke tersebut, namun para dokter meragukan dasar ilmiah dari terapi tersebut.











































