Hepatitis Ada Tipe A, B, C, D, dan E, Apa Sih Bedanya?

Hepatitis Ada Tipe A, B, C, D, dan E, Apa Sih Bedanya?

Frieda Isyana Putri - detikHealth
Jumat, 08 Jun 2018 09:15 WIB
Hepatitis Ada Tipe A, B, C, D, dan E, Apa Sih Bedanya?
Foto: Thinkstock
Jakarta - Penyakit hepatitis memiliki lima tipe yaitu A, B, C, D, dan E. Namun yang lebih banyak diidap di dunia hanya tipe A, B, dan C, termasuk di Indonesia. Sementara tipe D dan E masih terhitung cukup langka.

Tidak banyak yang tahu, bahwa tipe-tipe hepatitis ini sebenarnya sangat bisa dibedakan, karena dari jenis virusnya sendiri dan cara penularannya sudah cukup berbeda. Ditambah dengan jenis penyakitnya, di mana tipe B dan C adalah jenis penyakit kronis.

"Salah kaprah penamaan hepatitis, meski berdasarkan abjad, namun bukan tingkatan atau kelanjutan karena virusnya berbeda-beda. Jadi hepatitis A nggak akan bisa jadi hepatitis B, kalau kenanya A ya A. Akan tetapi hepatitis D hanya berasal dari hepatitis B," terang Dr dr Andri Sanityoso, SpPD-KGEH dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo saat dihubungi detikHealth.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agar kamu bisa membedakan kelima tipe hepatitis tersebut, berikut telah detikHealth rangkum dari berbagai sumber:

Hepatitis A

Foto: ilustrasi/thinkstock
Menurut situs MayoClinic, hepatitis A adalah peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (VHA), termasuk picornaviridae yang merupakan RNA virus. Virus ini bersifat tahan asam, termostabil, dan tahan terhadap empedu.

Hepatitis A dapat menyebar dengan mudah melalui makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi virus dari kotoran orang yang telah terinfeksi. Perilaku hidup bersih, antara lain melalui cuci tangan dengan sabun bisa mencegah penularan penyakit ini. Pemberian imunisasi hepatitis A sedini mungkin juga akan sangat membantu menghambat penyebaran virus ini.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa mereka menargetkan bakal mengurangi adanya infeksi virus hepatitis baru sebanyak 90 persen dan kematian akibat infeksi virus hepatitis sebanyak 65 persen pada tahun 2030 nanti.

Hepatitis B

Foto: Basith Subastian

Ada dua cara penularan hepatitis B. Pertama, penyebaran vertikal, yaitu dari ibu pengidap virus hepatitis B (HBV) kepada bayi saat persalinan. Kedua, penyebaran horizontal melalui tindakan yang memungkinkan perpindahan cairan tubuh (darah, sperma, cairan vagina, dan air liur) dari orang yang terinfeksi ke tubuh orang yang sehat.

Pada tahun 2015, WHO mencatat ada 887 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017, sebanyak 7,1 persen penduduk Indonesia diduga mengidap penyakit hepatitis B.

Sebagian besar masyarakat Indonesia juga tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi hepatitis B, sehingga ketika terdiagnosis, kemungkinan kondisinya sudah berada pada tingkat lanjut. Hepatitis B jika sudah mencapai stadium kronis, maka besar kemungkinannya untuk muncul komplikasi lain, seperti kanker hati

"Mereka yang kena hepatitis B juga bisa muncul kanker (hati). Biasanya berasal dari ibunya yang punya virus hepatitis B dan ditularkan ke bayi. Jadi sejak bayi udah dapet virus hepatitis B dan baru muncul 30-40 tahun. Sifat dan genom virus bisa terintegrasi ke tubuh yang kemudian bermutasi jadi kanker," tutur dr Andri.

Di Indonesia sudah ada upaya penekanan pengidap hepatitis B lewat program vaksinasi hepatitis B secara gratis pada balita usia 1 tahun. Ada juga vaksin kombinasi hepatitis A dengan hepatitis B yang dapat dipesan sendiri, lanjut dr Andri.

Hepatitis C

Obat hepatitis C. (Foto: M Reza Sulaiman)
Penularan hepatitis C hanya melalui darah yang terkontaminasi virus hepatitis C (HCV) atau berhubungan badan dengan orang uang terinfeksi. Hingga kini, belum ada vaksin untuk menangani hepatitis C dan biasanya pengidapnya diberi obat-obatan tiap dua hingga enam bulan.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus ini tak menyadarinya, karena umumnya tidak menunjukkan adanya gejala yang butuh bertahun-tahun baru terlihat sehingga susah terdiagnosis. Oleh karena itu Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat merekomendasikan tes skrining darah pada orang yang berisiko tinggi pada penyakit ini, termasuk mereka yang lahir di antara tahun 1945 dan 1965, karena dalam populasi tersebut risikonya meningkat lima kali lipat.

Karena infeksi jangka panjangnya dan gejalanya yang butuh bertahun-tahun baru terlihat, hepatitis C kadang menjadi silent killer. Dan juga banyak komplikasi dapat terjadi seperti sirosis (luka parut), kanker hari, dan gagal hati.

Hepatitis D

Foto: Thinkstock
Lebih dikenal dengan hepatitis delta, hepatitis tipe ini masih tergolong jarang terjadi di Indonesia dan belum ada laboratorium untuk pemeriksaannya. Hepatitis tipe D disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV) yang dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan masalah hati berjangka panjang, seperti luka parut (sirosis) dan bahkan kanker.

"Hepatitis D tidak dapat ditularkan, biasanya hanya pada pasien yang mengidap hepatitis B, karena penularan lewat darah, jadi virusnya ikutan. Dan kalau bukan kena hepatitis B dia nggak akan kena hepatitis D," jelas dr Andri.

Jenis penyakit ini termasuk kronis atau akut. Hingga saat ini belum ada obat atau vaksin untuk penyakit ini, akan tetapi bisa dicegah lewat orang-orang yang belum terinfeksi hepatitis B.

Hepatitis E

Foto: Thinkstock

Sama seperti hepatitis D, hepatitis tipe E masih jarang terjadi di Indonesia bahkan di dunia, walau memang umum terdapat di negara-negara berkembang dengan sanitasi yang buruk. Disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang ditularkan mirip dengan hepatitis A, lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi.

Hepatitis E merupakan tipe yang paling akut dan kronis, dan menurut WHO, 20 juta kasus nya terjadi tiap tahun dan 44 ribu di antaranya meninggal dunia pada tahun 2015. Gejala utama dari hepatitis E adalah pembengkakan hati dan gagal fungsi hati.

Meski serius, hepatitis E masih dapat ditangani dan bahkan bisa sembuh dalam beberapa minggu. Penanganan tergantung dari kondisinya, bisa dengan obat atau bahkan tanpa obat, seperti istirahat, hindari alkohol, dan mempraktekkan hidup bersih.

Halaman 2 dari 6

Menurut situs MayoClinic, hepatitis A adalah peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (VHA), termasuk picornaviridae yang merupakan RNA virus. Virus ini bersifat tahan asam, termostabil, dan tahan terhadap empedu.

Hepatitis A dapat menyebar dengan mudah melalui makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi virus dari kotoran orang yang telah terinfeksi. Perilaku hidup bersih, antara lain melalui cuci tangan dengan sabun bisa mencegah penularan penyakit ini. Pemberian imunisasi hepatitis A sedini mungkin juga akan sangat membantu menghambat penyebaran virus ini.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa mereka menargetkan bakal mengurangi adanya infeksi virus hepatitis baru sebanyak 90 persen dan kematian akibat infeksi virus hepatitis sebanyak 65 persen pada tahun 2030 nanti.

Ada dua cara penularan hepatitis B. Pertama, penyebaran vertikal, yaitu dari ibu pengidap virus hepatitis B (HBV) kepada bayi saat persalinan. Kedua, penyebaran horizontal melalui tindakan yang memungkinkan perpindahan cairan tubuh (darah, sperma, cairan vagina, dan air liur) dari orang yang terinfeksi ke tubuh orang yang sehat.

Pada tahun 2015, WHO mencatat ada 887 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017, sebanyak 7,1 persen penduduk Indonesia diduga mengidap penyakit hepatitis B.

Sebagian besar masyarakat Indonesia juga tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi hepatitis B, sehingga ketika terdiagnosis, kemungkinan kondisinya sudah berada pada tingkat lanjut. Hepatitis B jika sudah mencapai stadium kronis, maka besar kemungkinannya untuk muncul komplikasi lain, seperti kanker hati

"Mereka yang kena hepatitis B juga bisa muncul kanker (hati). Biasanya berasal dari ibunya yang punya virus hepatitis B dan ditularkan ke bayi. Jadi sejak bayi udah dapet virus hepatitis B dan baru muncul 30-40 tahun. Sifat dan genom virus bisa terintegrasi ke tubuh yang kemudian bermutasi jadi kanker," tutur dr Andri.

Di Indonesia sudah ada upaya penekanan pengidap hepatitis B lewat program vaksinasi hepatitis B secara gratis pada balita usia 1 tahun. Ada juga vaksin kombinasi hepatitis A dengan hepatitis B yang dapat dipesan sendiri, lanjut dr Andri.

Penularan hepatitis C hanya melalui darah yang terkontaminasi virus hepatitis C (HCV) atau berhubungan badan dengan orang uang terinfeksi. Hingga kini, belum ada vaksin untuk menangani hepatitis C dan biasanya pengidapnya diberi obat-obatan tiap dua hingga enam bulan.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus ini tak menyadarinya, karena umumnya tidak menunjukkan adanya gejala yang butuh bertahun-tahun baru terlihat sehingga susah terdiagnosis. Oleh karena itu Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat merekomendasikan tes skrining darah pada orang yang berisiko tinggi pada penyakit ini, termasuk mereka yang lahir di antara tahun 1945 dan 1965, karena dalam populasi tersebut risikonya meningkat lima kali lipat.

Karena infeksi jangka panjangnya dan gejalanya yang butuh bertahun-tahun baru terlihat, hepatitis C kadang menjadi silent killer. Dan juga banyak komplikasi dapat terjadi seperti sirosis (luka parut), kanker hari, dan gagal hati.

Lebih dikenal dengan hepatitis delta, hepatitis tipe ini masih tergolong jarang terjadi di Indonesia dan belum ada laboratorium untuk pemeriksaannya. Hepatitis tipe D disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV) yang dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan masalah hati berjangka panjang, seperti luka parut (sirosis) dan bahkan kanker.

"Hepatitis D tidak dapat ditularkan, biasanya hanya pada pasien yang mengidap hepatitis B, karena penularan lewat darah, jadi virusnya ikutan. Dan kalau bukan kena hepatitis B dia nggak akan kena hepatitis D," jelas dr Andri.

Jenis penyakit ini termasuk kronis atau akut. Hingga saat ini belum ada obat atau vaksin untuk penyakit ini, akan tetapi bisa dicegah lewat orang-orang yang belum terinfeksi hepatitis B.

Sama seperti hepatitis D, hepatitis tipe E masih jarang terjadi di Indonesia bahkan di dunia, walau memang umum terdapat di negara-negara berkembang dengan sanitasi yang buruk. Disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang ditularkan mirip dengan hepatitis A, lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi.

Hepatitis E merupakan tipe yang paling akut dan kronis, dan menurut WHO, 20 juta kasus nya terjadi tiap tahun dan 44 ribu di antaranya meninggal dunia pada tahun 2015. Gejala utama dari hepatitis E adalah pembengkakan hati dan gagal fungsi hati.

Meski serius, hepatitis E masih dapat ditangani dan bahkan bisa sembuh dalam beberapa minggu. Penanganan tergantung dari kondisinya, bisa dengan obat atau bahkan tanpa obat, seperti istirahat, hindari alkohol, dan mempraktekkan hidup bersih.

(frp/up)

Berita Terkait