Pelajaran pertama adalah memilih rangka atap dan genting yang tepat untuk wilayah rawan gempa. Laporan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, bangunan di wilayah Donggala umumnya menggunakan rangka atap baja. Namun genteng yang digunakan berbahan keramik yang mudah jatuh bila ada guncangan.
"Jika menggunakan rangka baja sebaiknya gunakan genting multiroof yang disekrup, sehingga tidak mudah jatuh dan menimbulkan cedera," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Ahmad Yurianto, Sabtu (29/9/2018).
Pelajaran selanjutnya adalah jangan menaruh barang berat di atas peralatan rumah tangga, misal lemari. Sama seperti pemilihan genting, hal ini untuk mencegah terjadinya cedera kepala bila ada guncangan akibat gempa. Ahmad mengatakan, cedera kepala adalah salah satu yang paling banyak dialami korban gempa dan tsunami. Cedera ini harus segera ditangani sebelum menjadi infeksi atau mengancam keselamatan korban.
Ahmad juga menyarankan tidak membangun ruang di bawah tangga. Ruang kosong ini kerap digunakan sebagai tempat berlindung ketika terjadi guncangan. Akibatnya, korban tak bisa menyelamatkan diri saat tangga mulai runtuh. Saran lainnya adalah tidak menempelkan barang yang terlalu berat di dinding rumah. Dinding dengan beban yang terlalu berat berisiko cepat runtuh akibat goncangan atau terjangan air.
Saat ini penanganan terhadap korban gempa di Donggala dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah terus berlangsung. Penanganan masih fokus pada pencarian dan evakuasi korban secepatnya. Langkah ini untuk menekan angka kematian dan infeksi pada korban bencana alam.
Tonton juga 'Analisis BMKG Kenapa Tsunami Palu Lebih Besar Dibanding Daerah Lain':
(Rosmha Widiyani/up)