Curhat Ilmuwan AS Soal Gerakan Antivaksin di Indonesia

Curhat Ilmuwan AS Soal Gerakan Antivaksin di Indonesia

Rosmha Widiyani - detikHealth
Rabu, 17 Okt 2018 16:30 WIB
Curhat Ilmuwan AS Soal Gerakan Antivaksin di Indonesia
Masalah penolakan vaksin terjadi di beberapa negara, masing-masing dengan alasan uniknya. (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta - Gerakan antivaksin tidak hanya ada di Indonesia. Hal serupa juga terjadi di beberapa negara dengan alasan meragukan keamanan, kualitas, hingga kehalalan.

Ilmuwan kesehatan masyarakat Amerika Serikat (AS) Michael Osterholm menyayangkan masih berkembangnya opini ini. Menurutnya, masalah ini bermula dari derasnya informasi seputar vaksin. Sayangnya informasi berkembang tak terkendali dan melahirkan penolakan vaksin.

"Kita tidak punya jalan lain kecuali terus menyajikan informasi seputar manfaat vaksin. Jangan sampai penolakan terus berkembang, hingga ada anak yang meninggal karena orangtuanya menolak vaksin. Usaha kesehatan bisa dibilang gagal jika ada yang meninggal," kata Osterholm saat ditemui di Kantor Kedutaan Besar AS, Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Menurut Osterholm, teknologi vaksin sudah berkembang pesat. Kualitas dan keamanannya sebagai usaha preventif tak perlu diragukan. Efek samping yang biasa disebut Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI), sebetulnya tak terlalu berisiko dibanding jika tak dapat vaksin.

Vaksin sampai sekarang masih menjadi usaha pencegahan yang paling efektif. Vaksin tidak hanya melindungi anak yang diimunisasi tapi juga lingkungan sekitar. Hasilnya, anak yang tidak divaksin bisa ikut terlindungi dari penyakit mis campak, rubella, dan polio.

(fds/fds)

Berita Terkait