Kampanye dengan Hoax, Seberapa Efektif? Ini Kata Pakar Neurosains

Kampanye dengan Hoax, Seberapa Efektif? Ini Kata Pakar Neurosains

Roshma WIdiyani - detikHealth
Selasa, 27 Nov 2018 10:24 WIB
Kampanye dengan hoaks, apakah efektif? Foto: ilustrasi/thinkstock
Jakarta - Manusia memiliki otak yang bisa bekerja rasio dan emosi. Namun faktanya, sekitar 90 persen keputusan manusia didominasi faktor emosi. Hal ini mengindikasikan segala hal yang memancing emosi lebih mudah diterima, meski masih diragukan kebenarannya (hoax).

Kecenderungan ini kerap dimanfaatkan dalam kampanye Pemilihan Presiden. Dunia sempat menyaksikan efektivitas kampanye dengan pernyataan yang memancing emosi, atau mengandung konsep hadiah dan hukuman (reward-punishment). Salah satu pemenangnya adalah Donald Trump yang memenangkan pemilu presiden di Amerika Serikat.

"Model masyarakat kita sebetulnya tidak jauh beda dengan Amerika dan Brazil. Kedua negara ternyata memiliki masyarakat yang religius dan bermoral," kata dokter ahli bedah saraf Roslan Yusni Hasan dari Satyanegara Brain and Spine Centre, ditemui dalam Focused Group Discussion di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (26/11/2018).


Terkait konsep reward-punishment, model kampanye ini lebih efektif bekerja pada masyarakat yang religius. Model masyarakat ini percaya ada sanksi dan penghargaan yang pasti dberikan, jika melanggar atau taat pada sudtu aturan.

Meski mirip, Indonesia bisa menampilkan hasil pemilihan yang berbeda dengan Amerika dan Brazil. Hal ini bisa terjadi dengan masyarakatnya bisa menepis berita hoax. dr Ryu berharap masyarakat cukup cerdas untuk mempercayai berita yang telah dibuktikan kebenarannya.

(up/up)