Jakarta -
Di setiap musim mudik, istilah 'hipnotis' kerap muncul dan dikaitkan dengan tindak kejahatan. Modusnya macam-macam, yang intinya merampas harta seseorang dengan memanipulasi kesadaran lewat tepukan atau teknik tertentu.
Disebut-sebut, kondisi pemudik yang kelelahan membuat mereka rentan menjadi korban. Karenanya mereka diimbau untuk berhati-hati terhadap orang asing yang mengajak berbincang, memberikan makanan, atau berperilaku tidak wajar.
Namun ternyata, apa yang selama ini diyakini sebagai tindak kejahatan 'hipnotis' tersebut adalah penyebutan yang tidak tepat. Bahkan ada kesalahpahaman antara 'hipnotis' dan 'hipnosis'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut, dr Wira Prasetra, SpKFR dari Perkumpulan Praktisi Hipnosis dan Hipnoterapi Seluruh Indonesia (PRAHIPTI) meluruskan sejumlah kesalahpahaman seputar 'hipnotis' dan 'hipnosis'.
1. Hipnotis Vs Hipnosis
Pemudik di Stasiun Senen (Zakia-detikcom)
|
Menurut dr Wira, hipnosis atau hypnosis merupakan sebuah seni untuk menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata atau kalimat verbal ke dalam diri seseorang sehingga yang bersangkutan dapat tergerak atau termotivasi untuk melaksanakan pesan yang dimaksud.Sementara itu, 'hipnotis' atau hypnotist merujuk pada orang yang melakukan hipnosis. Sederhananya, HIPNOSIS adalah prosesnya sedangkan HIPNOTIS adalah orang yang melakukan proses tersebut.
2. Hipnosis benuansa mistis?
Mudik menjadi ritual tahunan (Foto: Pradita Utama)
|
Kesalahpahaman selanjutnya adalah bahwa hipnosis kerap dikaitkan dengan kekuatan 'gelap' untuk tujuan kejahatan. Menurut dr Wira, ini menunjukkan rendahnya pemahaman tentang hipnosis. Faktanya, hipnosis banyak dipakai untuk tujuan positif seperti hipnoterapi untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.Di Indonesia, menurut dr Wira terdapat lebih dari 28.000 praktisi hipnosis dan hipnoterapi.
3. Tidak mungkin dilakukan untuk kejahatan
Kejahatan 'hipnotis' kerap membayangi pemudik (Foto: Pradita Utama)
|
Dalam hipnosis, dikenal istilah 'critical factor' yang menjadi filter bagi seseorang dalam menerima perintah. Faktor ini dibentuk oleh banyak aspek seperti belief dan sebagainya, sehingga tidak semua pesan yang masuk akan langsung dituruti dan diikuti."Pesan tersebut tidak akan diproses bila bertentangan dengan nilai dan sistem kepercayaan orang tersebut," kata dr Wira.
4. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Faktor kelelahan membuat pemudik rawan jadi korban 'hipnotis' (Foto: Wisma Putra)
|
Korban kejahatan 'hipnosis' kerap digambarkan menyerahkan harta benda begitu saja kepada orang asing. Kenyataannya, hipnosis tidak semudah itu dilakukan karena ada 'critical factor' seperti dibahas sebelumnya. Yang biasanya terjadi, menurut dr Wira adalah kejahatan 'menyerupai hipnosis' yakni penipuan dengan memanfaatkan kelengahan."Harus dipahami, bahwa salah satu sifat alami manusia adalah seringkali malu mengakui atau takut dikatakan kurang pintar ketika dirinya menjadi korban penipuan ataupun modus kejahatan lainnya yg disebutkan di atas. Di sisi lain, bila mengakui menjadi korban kejahatan hipnosis seringkali 'dimaklumkan' oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga yang seringkali dikambinghitamkan adalah hipnosis," jelas dr Wira.
5. Selalu waspada
Persiapkan fisik dan mental agar tak jadi korban 'hipnotis' saat mudik (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)
|
Bagaimanapun, kejahatan 'menyerupai hipnosis' sering menimpa para pemudik. Karenanya, dr Wira mengimbau untuk selalu waspada. Termasuk bila ditepuk orang tak dikenal, sekaget apapun jangan sampai terlibat dalam pembicaraan dan segera menjauh dari orang tersebut.Bila telanjur terjebak dalam komunikasi dan sulit melepaskan diri, dianjurkan untuk berdoa sesuai keyakinan agar tetap bisa konsentrasi penuh dan memiliki kesadaran normal.
Menurut dr Wira, hipnosis atau
hypnosis merupakan sebuah seni untuk menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata atau kalimat verbal ke dalam diri seseorang sehingga yang bersangkutan dapat tergerak atau termotivasi untuk melaksanakan pesan yang dimaksud.
Sementara itu, 'hipnotis' atau hypnotist merujuk pada orang yang melakukan hipnosis. Sederhananya, HIPNOSIS adalah prosesnya sedangkan HIPNOTIS adalah orang yang melakukan proses tersebut.
Kesalahpahaman selanjutnya adalah bahwa hipnosis kerap dikaitkan dengan kekuatan 'gelap' untuk tujuan kejahatan. Menurut dr Wira, ini menunjukkan rendahnya pemahaman tentang hipnosis. Faktanya, hipnosis banyak dipakai untuk tujuan positif seperti hipnoterapi untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.
Di Indonesia, menurut dr Wira terdapat lebih dari 28.000 praktisi hipnosis dan hipnoterapi.
Dalam hipnosis, dikenal istilah 'critical factor' yang menjadi filter bagi seseorang dalam menerima perintah. Faktor ini dibentuk oleh banyak aspek seperti belief dan sebagainya, sehingga tidak semua pesan yang masuk akan langsung dituruti dan diikuti.
"Pesan tersebut tidak akan diproses bila bertentangan dengan nilai dan sistem kepercayaan orang tersebut," kata dr Wira.
Korban kejahatan 'hipnosis' kerap digambarkan menyerahkan harta benda begitu saja kepada orang asing. Kenyataannya, hipnosis tidak semudah itu dilakukan karena ada 'critical factor' seperti dibahas sebelumnya. Yang biasanya terjadi, menurut dr Wira adalah kejahatan 'menyerupai hipnosis' yakni penipuan dengan memanfaatkan kelengahan.
"Harus dipahami, bahwa salah satu sifat alami manusia adalah seringkali malu mengakui atau takut dikatakan kurang pintar ketika dirinya menjadi korban penipuan ataupun modus kejahatan lainnya yg disebutkan di atas. Di sisi lain, bila mengakui menjadi korban kejahatan hipnosis seringkali 'dimaklumkan' oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga yang seringkali dikambinghitamkan adalah hipnosis," jelas dr Wira.
Bagaimanapun, kejahatan 'menyerupai hipnosis' sering menimpa para pemudik. Karenanya, dr Wira mengimbau untuk selalu waspada. Termasuk bila ditepuk orang tak dikenal, sekaget apapun jangan sampai terlibat dalam pembicaraan dan segera menjauh dari orang tersebut.
Bila telanjur terjebak dalam komunikasi dan sulit melepaskan diri, dianjurkan untuk berdoa sesuai keyakinan agar tetap bisa konsentrasi penuh dan memiliki kesadaran normal.
(up/up)