Dipaparkan oleh Eko Budi Cahyono, Kepala Bidang Program Kesehatan Jiwa Masyarakat Puskesmas Gitik, ada program yang dicanangkan sejak 2017 bernama TEROPONG JIWA atau Terapi Okupasi dan Pemberdayaan Orang dengan Gangguan Jiwa. Dengan program ini, hingga tahun 2019 Puskesmas Gitik tak lagi ada rujukan ke rumah sakit jiwa dan cukup dilayani di puskesmas.
"Bagaimana penanganan ODGJ ini yang komprehensif. Ada terapi-terapi yang mendukung. Terapi kerja, terapi musik, kemudian terapi spiritual ya jadi semuanya nanti kita libatkan. Kita ada Wa grup yang ada elemen-elemen seperti RT dan RW. Kalau ada laporan masuk ke WA saya langsung tangani itu, seperti pemasungan, kita langsung pelepasan pemasungan dan pengobatan," kata Eko ketika ditemui oleh detikcom, Senin (30/9/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Eko, praktik ini dilakukan karena ada stigma bahwa orang yang pintar atau jenius itu mengidap gangguan jiwa. Misalnya ketika seseorang menyebut ingin berkuliah namun perekonomian terbatas. Beberapa juga lebih memercayai pengobatan dukun ataupun alternatif.
Sebelum dilaksanakan program Teropong Jiwa, tercatat ada 7 kasus pasung di desa Gitik. Orang-orang tersebut dipasung karena dianggap jiwanya 'diganggu' maka harus dipasung agar tidak mengancam dan membahayakan warga sekitar. Beberapa orang tersebut ditemukan dalam keadaan terkurung dalam suatu ruangan, makanan hanya dilempar seadanya, sampai buang hajat dan kencing juga dalam ruangan yang sama.
Ditemui dalam kesempatan berbeda, Lurah Lemahabangdewo, Agus Iswanto mengatakan ada banyak kasus ODGJ di desanya. Salah satunya adalah kasus yang menimpa pasangan pengantin baru yang terkena berbagai macam konflik hingga sang suami sempat harus dipasung selama 3 hari.
"Karena sudah membahayakan, malam keluar dan stop kendaraan, siang lari-lari. Saat itu, dari keluarga sempat pasung selama 3 hari. Pas kami dengar, tangani Pak Eko, pengobatan ringan supaya tidak lakukan hal-hal membahayakan. Lalu pasung dilepas dan sudah mengalami perkembangan baik," katanya.
Kini dengan program tersebut warga lebih terbuka terhadap ODGJ dan bahkan memberi lahan pekerjaan, mulai dari kuli, tukang parkir, pembuat kue, hingga beberapa diterima bekerja di luar negeri, tandas Agus.
Baca juga: Kata Psikiater Soal Pasal Santet di RUU KUHP |
(frp/up)











































