"Pertama supaya hak untuk ngevape ini tetap ada, karena ini hak untuk memilih pilihan yang lebih sehat. Kedua menunjukkan ke orang-orang terdekat atau masyarakat awam bahwa dengan vaping itu kami sehat-sehat saja. Range kami vaping itu ada yang dari hitungan bulan sampai paling lama lebih dari lima tahun," kata Andika Widhi dari komunitas Hexohm Indonesia.
Menanggapi ramai gerakan pamer foto rontgen ini, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), menyebutnya sebagai langkah baik. Artinya minimal para vaper sudah tahu kondisi paru-paru mereka saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi yang harus dilakukan ketika kondisi masih normal adalah sesegera mungkin berhenti merokok. Rokok konvensional ataupun rokok elektrik. Kenapa? Karena dampak dari rokok konvensional maupun elektrik ini akan muncul dalam jangka panjang termasuk risiko PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), jantung koroner, kanker. Itu akan muncul bertahun-tahun biasanya sampai 20 tahun," lanjutnya.
Menurut dr Agus untuk saat ini masih sedikit data yang bisa menunjukkan dampak rokok elektrik pada manusia. Termasuk juga foto rontgen paru-paru karena sebetulnya tak menunjukkan banyak hal.
Di tengah panasnya pro dan kontra keberadaan vape atau rokok elektrik di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan berbagai asosiasi profesi kesehatan merencanakan pelarangan. Di sisi lain, dukungan makin deras dari kalangan pengguna vape atau sering disebut vaper.
(fds/up)











































