Ada prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan rapid test. Melakukan pengecekan sampel darah secara mandiri dan tanpa pendampingan dari petugas kesehatan pun akan sangat berbahaya.
Belakangan marak masyarakat bahkan tokoh publik yang melakukan rapid test dan memperlihatkan hasilnya. Dijelaskan oleh Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) Prof Amin Soebandrio, sangat berisiko jika hasil rapid test negatif kemudian masyarakat merasa 'aman' dan bebas virus Corona.
"Jadi hasil negatif dan memperlakukan dirinya sebagai negatif, padahal mungkin dia positif hanya belum terdeteksi, sehingga dia keliling. Kalau hasilnya positif bisa saja dia malah sembunyi. Karena positif dia nggak lapor, itu sangat berbahaya. Tidak bisa menghentikan penularan virus," jelas Prof Amin saat dihubungi detikcom, Rabu (15/4/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehingga sebaiknya yang melakukan itu adalah petugas kesehatan, karena mereka akan mencatat data orang tersebut. Jika hasilnya negatif berarti harus diulang lagi dalam beberapa hari kemudian untuk memastikan, kalau positif diuji kembali dengan PCR.
Perlu diingat bahwa hasil negatif yang didapatkan dari pemeriksaan rapid test tidak menjamin yang bersangkutan tak sedang sakit atau terinfeksi virus corona. Hal ini bisa dipengaruhi karena antibodi yang ada di dalam tubuh belum terbentuk setelah terinfeksi.
Dibutuhkan waktu beberapa hari sejak virus muncul, agar antibodi juga muncul. Saat hasil negatif, bisa saja antibodi itu belum terbentuk karena infeksinya baru terjadi belum 7 hari. Oleh karena itu, pemeriksaan dengan rapid test harus diulang setelah hari ke-7 atau hari ke-10.
"Sehingga harusnya (kit rapid test) tidak dipasarkan secara individual. Tetap yang interpretasi harus fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan," pungkas Prof Amin.
(kna/up)











































