Mutasi virus Corona masih jadi fokus perhatian para ilmuwan. Pandangan tentang hal itu seakan terbelah, ada yang menyebut mitasi bikin virus melemah tetapi ada juga yang mengatakan virusnya makin sulit dikendalikan.
Menurut studi dari State Key Laboratory of Respiratory Disease di Guangzhou dan Shanghai Public Health Clinical Centre, mutasi bakal membuat virus Corona bertahan lama. Bahkan ada pakar mengatakan, vaksin pun tidak bisa menghentikannya dalam waktu singkat.
"Ketika itu (virus Corona) bermutasi, vaksin yang efektif pun bisa tidak bisa membuat virus tidak aktif lagi dalam waktu yang singkat," kata Profesor Qiu Tianyi dan Leng Qibin, peneliti di studi tersebut, dikutip dari South China Morning Post, Senin (22/6/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti dari Scripps Research di Florida, mengatakan mutasi genetik pada virus Corona bisa meningkatkan kemampuannya menginfeksi sel tubuh. Bahkan pada April lalu, mutasi ini menyumbang sekitar 65 persen kasus baru.
Mutasi virus yang disebut D614G ini punya jumlah mahkota yang lebih banyak, yang digunakan untuk mengikat dan membobol sel tubuh manusia. Mahkota inilah yang disebut membuatnya lebih stabil.
Namun tak semua pakar sependapat. Salah satu pendapat berbeda disampaikan dari Prof Matteo Bassetti, pakar infeksi di Policlinico San Martino, Italia. Ia menyebut semakin banyak pasien lansia yang sembuh dari penyakit, yang membuktikan bahwa COVID-19 sudah lebih tidak agresif.
Prof Bassetti memperkirakan hal ini terjadi karena virus bermutasi menjadi lebih lemah saat menyebar ke seluruh dunia. Menurutnya, mungkin virus ini bisa mati atau hilang sebelum vaksin tersedia.
"Mungkin itu bisa hilang sepenuhnya tanpa vaksin. Saat ini jumlah orang yang sakit dan terinfeksi karena virus Corona jauh lebih sedikit," lanjut Prof Bassetti, dikutip dari Mirror.
Vaughn Cooper, pakar infeksi dari University of Pittsburgh School of Medicine, menambahkan bahwa virus Corona bermutasi lebih lambat dibanding influenza. Ia pun percaya perbedaan ini karena adanya perubahan penanganan medis dan perilaku dari manusia yang membatasi penularan serta infeksi baru.
Sementara itu, ada juga yang meragukan kedua klaim tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut virus Corona tidak bermutasi menjadi lebih berbahaya. Para ilmuwan yang mempelajarinya pun belum menemukan virus Corona yang bermutasi dan menimbulkan ancaman baru.
"Ada perubahan yang normal pada virus ini yang bisa diprediksi dari waktu ke waktu," kata ahli epidemiologi dan penyakit infeksi WHO, Dr Maria Van Kerkhove, merujuk pada RNA virus seperti flu bermutasi.
"Sejauh ini belum ada perubahan yang mengindikasikan bahwa virus itu berubah kemampuannya untuk menularkan atau menyebabkan penyakit yang lebih parah," lanjutnya.











































