"Jadi jangan. Fake orgasm itu sama saja membohongi diri sendiri, apa enaknya?" pesan dr Boyke, ditemui detikcom di tempat praktiknya baru-baru ini.
Dalam beberapa kasus, fake orgasme dilakukan ketika tidak benar-benar bisa mencapai orgasme. Banyak alasan yang melatarbelakanginya, misalnya ingin buru-buru menyelesaikan sesi bercinta hingga untuk memberi impresi seolah terpuaskan oleh pasangannya.
"Lebih baik dikomunikasikan bisa diperbaiki dicari titik rangsangnya yang benar," saran dr Boyke.
Tanpa ada komunikasi yang baik, risiko saling curiga malah dapat mengancam keharmonisan. Sepandai-pandainya akting orgasme, selalu ada risiko ketahuan.
"Kalau orgasme kan jelas tandanya ada hisapan di vagina menguat, gemetaran di tubuh seperti kejang, denyut nadi naik, memerah," jelas dr Boyke.
(up/up)