Lewat doa dan perjuangan tanpa lelah, Devi Yanuari akhirnya mulai mengandung dari benih suaminya tercinta, Ikhwanurdien di usia pernikahan tahun ketiga. Perempuan kelahiran Surabaya 25 Januari 1989 itu kian merasa sempurna sebagai seorang perempuan ketika Malik lahir ke dunia, 14 Februari 2015. Namun kebahagiaannya mulai terusik ketika memasuki usia 2 tahun Malik tak menunjukkan respons seperti bayi-bayi lain seusianya. Setiap kali dipanggil atau diperlihatkan tontonan di youtube buah hatinya itu tak merespons.
"Saya makin curiga ada sesuatu dengan Malik ketika melihat balita lain yang persis sebayanya sudah bisa salim saat berjumpa dengan orang lain," tutur Devi saat berbincang dengan detikHealth, Rabu (21/2/2024).
Setelah berkonsultasi dengan suami dan keluarganya, ia pun membawa Malik ke klinik tumbuh kembang. Tak sampai 5 menit dokter yang memeriksanya langsung menyimpulkan bahwa Malik mengidap ASD (Autism spectrum disorder). Juga memberikan resep obat-obatan dan menyarankan agar Malik menjalani sejumlah terapi untuk merapihkan sejumlah sarap di otaknya.
Devi benar-benar merasa seperti disambar petir di siang bolong. Namun dia cuma biasa diam memendam amarah dan kecewa terhadap si dokter. "Di mobil baru aku menangis dan menumpahkan kekesalan. Saya menilai dokter itu tidak fair karena tidak melakukan pemeriksaan dan diagnosis intens kok sudah menjatuhkan vonis," tuturnya.
Beruntung ibu mertuanya yang seorang dokter membantu menenangkan dan memberinya pengertian. Devi manut ketika disarankan untuk mencari pembanding ke psikolog dan dokter lain. Hasilnya kurang lebih sama. Selain menjalani terapi dan memberinya obat, Devi mendaftarkan Malik ke play group agar bisa berinteraksi dengan banyak orang.
Banyak drama yang harus dihadapi selama membersamai Malik. Tak semua orang di lingkungan pergaulannya paham dengan kondisi Malik. Mereka cenderung menyalahkan dan memberikan stigma seolah aktivitasnya sebagai pebisnis membuat Malik seperti itu. Di level sekolah pun tak semua memiliki psikolog dan guru-guru yang punya pemahaman memadai tentang autisme. Saat Malik di jenjang Taman Kanak-kanak, emosi Devi sempat meledak karena tiba-tiba mendapat saran agar putra sematang wayangnya itu dipindahkan ke Sekolah Luar Biasa.
Perkembangan Malik sendiri berjalan pelan. Ia masih suka tantrum yang offensive. Berteriak-teriak, memukul dan menendang, hingga menjambak rambut ibunya. Juga menggigit shadow teachernya. Di sisi lain penguasaan kata dan komunikasinya juga masih lambat. Padahal terapi dijalaninya hampir setiap hari, mulai terapi perilaku, sensori integrasi, dan yang terberat terapi wicara karena mulut Malik harus di-sogrok dengan sikat.
"Waktu Malik usia 4 tahun, aku begitu berambisi untuk membuat Malik menjadi 'normal'. Aku ingin Malik bisa mengejar semua ketertinggalan. Secara psikologis aku lelah merasa dianggap 'gagal' sebagai Ibu, karena Malik 'berbeda'," tutur Devi dalam instagramnya, Misis Devi.
Misis Devi adalah nama merek bisnis fesyen yang dikelolanya sejak 2012. Produknya mulai bros, headpiece, busana muslimah, hijab, hingga dumpling bag (tas tangan perempuan) yang dijual secara online. Menjadi wirausahawati dilakoninya sejak kuliah di Jurusan Akuntansi Universitas Airlangga. Selain berjualan aneka jilbab dan cardigan di lingkungan kampus, Devi aktif berburu aneka lomba demi meraup rupiah. Hasilnya, dia pernah terpilih menjadi 'Ning Persahabatan' 2008, Finalis Putri Indonesia Jawa Timur, dan Juara 2 Duta Antinarkoba.
"Hadiahnya aku buat modal kulakan baju di PGS (Pasar Grosir Surabaya) terus aku jual lagi di kampus," kenangnya. Disokong 8 penjahit di konveksinya dan 4 staf yang khusus mengelola media sosial, devi mengaku kini bisa meraih omset sekitar Rp 100 juta per bulan.
(jat/up)