Seorang ibu tiga anak di London barat, Inggris, hampir meninggal dunia setelah prosedur pencabutan gigi yang hasilnya buruk. Ia mengalami patah rahang dan kehilangan banyak sekali darah.
Kejadian ini bermula pada tahun 2018, saat wanita bernama Saira Malik merasakan sakit di giginya. Dari sebelumnya, wanita 54 tahun itu diberitahu bahwa tidak ada lubang pada giginya.
Ia pun pergi ke dokter gigi dan mengetahui bahwa gigi kanan atasnya rusak parah dan perlu dicabut.
"Saat itu saya frustrasi dan akhirnya ke dokter gigi karena berpikir mereka tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang terjadi. Anda dibiarkan begitu saja, lalu tiba-tiba Anda pergi menemui dokter dan mereka berkata harus membuang gigi itu," beber Saira yang dikutip dari Mirror UK.
Saira membuat janji temu darurat dengan dokter gigi di tempat praktik lain pada Maret 2019 karena rasa sakit yang semakin parah. Gigi geraham kanan atasnya dicabut dan keadaan menjadi lebih buruk saat itu.
Pada Agustus 2019, ia kembali ke dokter gigi sebelumnya setelah menyadari gigi kiri atasnya patah. Dokter mengatakan perlu ada pencabutan gigi lagi karena kerusakan itu.
Saira diberi Valium untuk menenangkan sarafnya sebelum prosedur pada September 2019. Namun, selama pencabutan, ia mendengar suara 'klik' diikuti pendarahan hebat dari mulut dan hidungnya.
"Saat mereka melakukan pencabutan, mereka menarik dan mendorong, tetapi gigi tidak keluar, lalu akhirnya saya mendengar suara 'klik' dan gigi benar-benar berdarah," jelasnya.
Saira menggambarkan banyaknya darah yang keluar saat ia mengalami perdarahan dan pingsan, yang menyebabkannya dilarikan ke rumah sakit.
Harus Menjalani Operasi
Saira terbangun di rumah sakit dan harus dirawat selama enam hari. Di sana, ia menemukan sebagian besar tulang telah dicabut bersama gigi selama pencabutan.
Wanita 54 tahun itu diberi morfin dan menjalani operasi untuk mengangkat tulang dan mencabut gigi dengan anestesi umum. Ia juga menjalani operasi rekonstruksi pada rahangnya.
Saira merasa sangat trauma akibat kejadian itu. Ia harus dioperasi, tidak sadarkan diri, dan tidak dapat makan selama berbulan-bulan.
Selama itu, dia hanya bisa mengkonsumsi cairan melalui sedotan karena rahangnya tidak bisa terbuka lebar. Trauma itu menyebabkan serangan panik dan rasa ketakutan yang bertahan selama lima tahun.
Merasa patah semangat, Saira menghubungi Dental Law Partnership pada tahun 2019, bertekad untuk memastikan tidak ada orang lain yang menderita seperti yang dialaminya.
"Saya tidak ingin orang lain mengalami situasi yang saya alami. Sudah beberapa tahun berlalu dan saya masih trauma," ungkapnya.
Berkat kegigihannya, ia menerima kompensasi sekitar 159 juta rupiah pada Mei 2024. Saira pun menganjurkan orang lain untuk tidak takut bertanya ke para profesional jika ingin menjalankan suatu prosedur kesehatan.
Meski begitu, dalam sebuah pernyataan pihak tempat praktik di mana Saira berobat tetap tidak setuju dengan pernyataan yang disampaikan.
"Kami ingin menegaskan bahwa kami tidak setuju dengan fakta yang disampaikan oleh Dental Law Partnership. Tetapi, kami tidak dapat memberikan rincian tentang perawatan dan penanganan pasien ini karena tugas profesional kami untuk melindungi kerahasiaan pasien kami," jelasnya.
"Klaim ini diselesaikan melalui penyelesaian di luar pengadilan, tanpa pengakuan tanggung jawab dari pihak kami. Kami bangga memberikan standar perawatan dan pengobatan tertinggi kepada semua pasien kami."
Simak Video "Video: Gejala Trauma yang Ditemukan pada Anak-anak Gaza Pasca-perang"
(sao/kna)