Menjadi penyintas kanker di usia muda adalah perjuangan yang luar biasa berat. Itulah yang dialami Alexis Klimpl, seorang Gen Z asal California. Di saat teman-teman seusianya sedang menikmati puncak masa muda, Alexis harus berhadapan dengan vonis kanker payudara stadium 2 di usia 24 dan kenyataan pahit memasuki masa menopause di usia 25 tahun.
Awalnya, Alexis sempat menepis kecurigaannya karena merasa masih terlalu muda untuk mengidap kanker. Namun, benjolan yang awalnya seukuran permen kecil saat ia berlibur selancar ke Indonesia, tumbuh cepat menjadi seukuran buah anggur hanya dalam waktu tiga minggu.
"Saya pikir saya terlalu muda untuk kena kanker. Awalnya saya berharap itu hanya kista, tapi saya bisa merasakan benjolan itu terus tumbuh," kenangnya kepada NYPost.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil tes mengonfirmasi bahwa Alexis mengidap triple-positive breast cancer. Kabar ini menghancurkan hati Alexis dan ibunya, apalagi mereka tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara.
"Dokter tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Mereka bilang ini sangat jarang di usia saya. Ibu saya langsung terpukul. Melihat wajahnya saat itu adalah gambaran yang tidak akan pernah saya lupakan," tutur Alexis.
Setelah melalui masa-masa kelam, Alexis akhirnya bisa bernapas lega. Setelah menjalani enam putaran kemoterapi yang melelahkan selama hampir lima bulan, ia secara resmi dinyatakan bebas kanker (cancer-free) atau dalam masa remisi pada Januari tahun ini.
Putuskan Angkat Kedua Payudara
Meski tes genetik menunjukkan tidak ada risiko kanker warisan, Alexis tetap memilih prosedur mastektomi ganda (pengangkatan kedua payudara) untuk memastikan sel kanker tidak kembali lagi.
"Di mataku, payudaraku telah mengkhianatiku. Mereka tidak melindungiku, jadi aku ingin mereka pergi," tegasnya.
Menopause di Usia 25
Setelah menjalani enam putaran kemoterapi yang melelahkan dan dinyatakan bersih dari sel kanker pada Januari lalu, Alexis harus memulai babak baru pengobatan untuk mencegah kanker kembali. Ia kini mengonsumsi Lupron dan Letrozole, obat pemblokir hormon yang menghentikan ovarium memproduksi estrogen.
Efeknya, Alexis terlempar ke masa menopause beberapa dekade lebih awal.
"Saya tidak pernah menyangka akan menopause di usia 25. Saya mengalami 10 hingga 15 kali hot flashes sehari, berkeringat di malam hari, rambut rontok, hingga mood swings," ungkapnya kepada Newsweek.
Selain gejala fisik, obat ini juga berarti Alexis tidak bisa memiliki anak setidaknya selama 10 tahun ke depan selama masa pengobatan.











































