Sekecil apapun, harapan selalu bagi siapapun yang telah melakukan upaya terbaik untuk sembuh dari penyakit. Uli, orang tua pengidap kelainan metabolik langka mengalami sendiri momen jatuh-bangun mempertahankan harapan tersebut.
Salah satunya adalah beberapa hari sebelum akhirnya Malika, pasien Maple Syrup Urine Disease (MSUD) meninggal pada 3 Oktober 2011. Saat kondisi bayi kelahiran 20 Juni 2011 tersebut semakin kritis, Tubagus Uliarto (35 tahun) alias Uli, sempat kehilangan harapan akan kesembuhan anaknya.
"Aku sampai berdoa begini, ya Allah kalau memang sudah saatnya, ya sudahlah kami ikhlas. Tapi aku lihat mata anak ini seperti mengatakan, 'Nggak mau. Aku nggak mau pergi, aku masih mau di sini. Lakukan sesuatu biar aku sembuh'," kenang Uli saat berbincang dengan detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (4/9/2011).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aku dibilang sama dr Damayanti, 'Pak, anak Bapak ini semangatnya luar biasa. Saya akan melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan dengan pengetahuan saya, pengalaman saya, dan jaringan saya'," lanjut Uli.
Peluang untuk menyembuhkan Malika memang ada, sekecil apapun, hanya saja memang dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya untuk berbagai keperluan, selama Malika dirawat intensif di rumah sakit, diakui oleh Uli sangat berat bagi dirinya yang hanya seorang pegawai swasta.
Belum lagi jika Malika sembuh, seumur hidup ia harus secara rutin melakukan pemeriksaan kadar protein darah yang laboratoriumnya bahkan tidak ada di Indonesia. Belum lagi kebutuhan susu dan berbagai suplemen harus didatangkan dari luar negeri karena tidak tersedia di Indonesia. Tentu tidak mudah.
Begitu pula pada detik-detik terakhir Malika dirawat intensif untuk kedua kalinya, Uli dan istrinya, Marina Setia Sari (35 tahun), kembali harus menghadapi situasi dilematis. Uli dan Marina bimbang saat harus memutuskan pemasangan ventilator untuk membantu Malika bernapas.
"Saya cuma nggak mau menghadapi kondisi harus cabut alat. Kalau memang harus meninggal, ya biarlah karena sudah saatnya. Saya nggak mau merasa bersalah karena harus cabut alat," kata Marina yang kemudian mengizinkan pemasangan ventilator.
Tidak berapa lama kemudian, kondisi Malika memang terus memburuk dan akhirnya meninggal pada 3 Oktober 2011. Uli dan Marina menghabiskan ratusan juta rupiah untuk membiayai 3,5 bulan kehidupan Marina yang singkat, namun tak ada satu hal pun yang perlu disesali untuk sebuah pengharapan seperti ini.
(up/vit)











































