Sambil cekikikan, seorang remaja menuliskan komentar di status Facebook salah satu temannya, "Diem lu, monyong!". Karena niatnya cuma bercanda, remaja ini pun tidak curiga ketika tidak ada balasan dari yang dimaksud. Lucukah itu?
Seandainya teman yang dia sebut 'monyong' itu ikut tertawa sampai-sampai tak sempat membalas komentarnya, mungkin benar bahwa candaan tersebut memang lucu. Lain soal jika yang dimaksud ternyata memang memiliki bibir agak maju. Bisa jadi tanpa seorang pun tahu, ia lalu menangis dan mendadak kehilangan rasa percaya diri untuk sekadar membalas komentar tersebut. Pasti sakit rasanya dihina seperti itu.
"Dalam konteks apapun, meskipun cuma iseng atau bercanda, kalau kemudian seseorang menjadi korban atau trauma itu sudah menjadi bullying," kata seorang pemerhati anak, Seto Mulyadi, saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Rabu (29/1/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korbannya terpukul atau tidak, tindakannya tetap bullying dan harus dihilangkan," tambah Kak Seto.
Sementara itu, psikolog Roslina Verauli, M.Psi dari RS Pondok Indah mengingatkan bahwa bullying bisa terjadi dalam kondisi apapun. Termasuk dalam pergaulan di internet, siapapun terutama anak-anak rentan menjadi pelaku maupun korban bullying.
"Selama ada interaksi dengan media sosial, dalam situasi apapun, di manapun, kapanpun, bisa berpotensi cyberbullying. Biarpun anak sedang sendirian di kamar, dia bisa online dari HP atau komputer," kata perempuan yang akrab disapa Vera ini.
Untuk itu, orang tua perlu mengawasi aktivitas anak di internet, termasuk bagaimana bergaul dan berinteraksi dengan teman-teman mayanya. Sopan santun berlaku di manapun, tak terkecuali di dunia cyber yang nyaris tidak mengenal sekat antar penggunanya.
(up/vit)











































