Dilansir stopbullying.gov, bullying merupakan bersikap jahat atau buruk kepada orang lain yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang termasuk di dalamnya antara lain ejekan, menyakiti seseorang dengan ucapan, menyebarkan desas-desus, bahkan sampai memukul.
Namun bullying tak selalu terjadi secara langsung, ada pula bullying yang dilakukan melalui aktivitas lain. Salah satunya adalah cyberbullying. Cyberbullying adalah jenis bullying yang terjadi secara online, melalui pesan teks atau email. Aktivitasnya mencakup memposting rumor di situs seperti Facebook dan Twitter, memposting foto atau video yang memalukan, atau membuat profil palsu di situs web.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari kidshealth.org, jika anak terlanjur menjadi korban cyberbullying cobalah untuk menceritakan sedikit mengenai pengalaman Anda saat masih sekolah, terutama yang berkaitan dengan bullying. Dengan begini rasa percaya diri anak akan sedikit meningkat. Jika perlu, bicarakan langsung dengan guru atau kepala sekolah, namun pastikan Anda sudah membicarakannya terlebih dahulu dengan anak.
Langkah-langkah lain yang bisa Anda coba antara lain blok akun anak yang melakukan bullying pada anak Anda, batasi akses anak dalam dunia internet, batasi penggunaan ponsel, dan yang paling penting adalah kenali aktivitas anak di dunia online. Salah satunya adalah dengan membuat akun di jejaring yang sama, lalu berteman dengannya. Bahkan kalau memungkinkan, orang tua juga perlu tahu password sang anak.
Mengontrol bukan berarti harus banyak mengatur. Orang tua cukup tahu dan mengarahkan bila tampaknya muncul hal yang tidak beres dengan pergaulan atau interaksinya di jejaring internet. Selebihnya, tidak perlu banyak dilarang jika memang anak sudah termasuk cukup umur. Nah, sudah sejauh apa sebenarnya orang tua Indonesia memantau aktivitas internet anak-anaknya?
"Sebenarnya sudah cukup aware ya. Namun masih kurang aktif (untuk pencegahan). Masih banyak yang hanya melihat dan menonton, atau bahkan malah memanas-manasi. Sehingga berita bohong atau fitnah terhadap korban jadi semakin banyak yang tahu dan membuat korban makin depresi," ujar Roslina Verauli, M.Psi, psikolog Lulusan UI, yang kini praktik di RS Pondok Indah, saat berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Rabu (29/1/2014).
(ajg/vit)











































