Menurut dr Ivan R. Sini, MD FRANZCOG GDRM SpOG, Ketua Indonesian Reproductive Science Institute (IRSI) mengatakan pada perempuan, program bayi tabung bisa dilakukan jika yang bersangkutan memiliki endometriosis, infeksi, dan alergi sperma. "Kalau dalam kasus pria indikasi utama kalau spermanya bekurang, termasuk pria yang tidak ada spermanya seperti azoosperma," paparnya dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Rabu (12/3/2014).
dr R. Muharam, SpOG dari Klinik Yasmin RSCM dan RS Hermina Jatinegara, menambahkan pada perempuan yang mengalami Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) juga bisa menggunakan prosedur bayi tabung. Pun perempuan dengan kelainan lendir vagina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dihubungi terpisah, dr Aryando Pradana Sp.OG dari Klinik Bayi Tabung Morula IVF Jakarta, endometriosis biasanya akan hilang jika perempuan hamil. Nah, kesempatan hamil yang cukup besar adalah dengan bayi tabung. Namun ada juga yang hamil dengan cara normal tetapi tetap memiliki penyakit tersebut.
"Infeksi seks menular bisa punya anak dengan bayi tabung. Biasanya dengan kondisi seperti hepatitis, biasanya bukan jadi indikasi untuk melakukan program bayi tabung, tetapi jika memang ada maka harus diobati terlebih dahulu sebelum melakukan program bayi tabung," tuturnya.
Sementara laki-laki yang mengalami azoosperma, bisa digunakan metode bayi tabung, di mana sperma diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Untuk mendapatkannya, dilakukan operasi kecil. Setelah itu sperma disuntikkan ke dalam telur.
"Disfungsi ereksi tidak menjadi satu indikasi utama untuk melakukan bayi tabung. Kecuali memang ada kelainan, yang rusak permanen, maka tindakan bayi tabung merupakan satu pilihan yang bagus. Caranya sama, kita ambil sperma juga dari pabriknya," papar dokter yang akrab disapa dr Nando ini.
Sedangkan menurut dr Andon Hestiantoro, SpOg, Ketua Bidang Ilmiah PB POGI, beberapa syarat terkait prosedur bayi tabung adalah sebagai berikut:
1. Pasangan suami istri yang sah.
2. Program bayi tabung dilakukan dengan indikasi yang tepat, seperti gangguan fungsi tuba, jumlah sperma sangat sedikit, endometriosis, gagal terapi infertilitas konvensional, PCOS gagal terapi infertilitas konvensional, dan sebagainya.
3. Istri masih memiliki jumlah sel telur yang memadai.
4. Suami memiliki sel spermatozoa yang memadai.
5. Harus diyakini terbebas dari infeksi virus HIV dan hepatitis, serta penyakit infeksi alat kandungan yang lain.
6. Memilih jenis kelamin embrio hanya diperkenan untuk anak kedua dan selanjutnya.
(vit/up)











































