Ini yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan dalam Proses Bayi Tabung

Ulasan Khas Bayi Tabung

Ini yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan dalam Proses Bayi Tabung

Adisti Lenggogeni - detikHealth
Rabu, 12 Mar 2014 13:48 WIB
Ini yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan dalam Proses Bayi Tabung
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta - Tidak seperti pada pembuahan alami yang penuh spekulasi, campur tangan manusia sangat besar dalam proses bayi tabung. Bahkan menentukan jenis kelamin anak pun tak mustahil untuk dilakukan. Sejauh mana campur tangan manusia diperbolehkan?

Berikut ini beberapa hal yang kontroversial pada teknologi pembuahan berbantu, dirangkum dari hasil wawancara detikHealth dengan para dokter dari klinik kesuburan, seperti ditulis pada Rabu (12/3/2014).

1. Membekukan Sperma dan Sel Telur

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Teknologi kedokteran memungkinkan sel telur dan sperma untuk dibekukan selama mungkin. Jika pada zaman dahulu usia reproduksi perempuan dibatasi oleh menopause, kini mereka lebih leluasa untuk mengejar karir misalnya, dengan terlebih dahulu membekukan sel telur untuk digunakan kelak saat sudah siap punya anak.

Beberapa klinik kesuburan di Indonesia memiliki layanan penyimpanan sel telur maupun sperma yang dibekukan. Tindakan seperti diperbolehkan untuk digunakan dengan pasangan resmi. Yang tidak diperbolehkan adalah jika sperma atau sel telur dibekukan untuk kemudian didonorkan.

Demikian pula sperma beku dari pasangan yang sudah meninggal, umumnya tidak boleh digunakan. "Ya kan sama pasangan, masa sama mayat," kata Dr R. Muharam, SpOG dari Klinik Yasmin RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Menentukan boleh tidaknya menggunakan sperma beku dari orang yang sudah meninggal memang bisa diperdebatkan. Jika berasal dari pasangan yang memang sejak awal merencanakan bayi tabung, namun dalam prosesnya kemudian meninggal dunia, beberapa dokter menilai masih memungkinkan untuk digunakan.

"Kalau ada surat nikah dan ada lembar persetujuan dari pasangan yang sah, boleh. Belum ada aturan khusus yang mengatur, harus ada diskusi mendalam," kata dr Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari Klinik Morula.

2. Donor Sperma atau Sel Telur

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Di beberapa negara, donor sperma dan sel telur diperbolehkan. Pasangan tidak subur dan juga homoseksual banyak menggunakan jasa semacam ini. Namun untuk di Indonesia, layanan pembuahan berbantu hanya boleh digunakan oleh pasangan resmi, yakni suami istri.

"Donor sperma dan sel telur masih belum boleh," kata dr Aryando Pradana, SpOG dari Klinik Morula.

3. Menitipkan Kehamilan

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Pembuahan berbantu memang mempermudah bertemunya sel telur dengan sperma pada pasangan tidak subur. Namun jika ada gangguan juga pada rahim, maka kehamilan tetap sulit diwujudkan karena hasil pembuahan itu tidak bisa ditanam ke rahim.

Di beberapa negara, ada layanan surogasi atau penitipan kehamilan, yakni dengan menyewakan rahim untuk mengandung anak titipan. dr Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari Klinik Morula mengatakan, layanan seperti itu tidak dperbolehkan di Indonesia.

"Tidak boleh. Tidak boleh dari rahim orang lain, tidak boleh dari pasangan yang tidak sah, sejenis juga tidak boleh," kata dr Ivan.

4. Memilih Jenis Kelamin

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Dengan proses yang hampir semuanya dikendalikan secara manual oleh manusia, teknologi bayi tabung memungkinkan para dokter untuk menentukan jenis kelamin anak yang akan dihasilkan. Meski secara teknis memungkinkan, kenyataannya para dokter tidak menganjurkan.

"Ya bisa saja, tapi ya sebenernya tidak boleh melawan alam," kata Dr Muharam.

Dengan alasan untuk menghindari penyakit bawaan yang berhubungan dengan jenis kelamin, memilih kromosom untuk menentukan jenis kelamin tetap bisa dilakukan. "Boleh sampai tahap memilih sperma. Kalau memilih embrio tidak boleh," kata dr Ivan dari Klinik Morula.

5. Embrio yang Tidak Terpakai

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Salah satu proses yang kontroversial dalam proses bayi tabung adalah menentukan nasib embrio yang tidak terpakai. Dengan berbagai pertimbangan, umumnya sel telur yang digunakan tidak hanya satu, namun tidak semua ditanamkan kembali ke rahim setelah dibuahi.

"Sebenarnya embrio itu bisa bertahan sampai kapanpun, tetapi kalau lebih dari 5 tahun kita asumsikan embrio ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Kalau mati dan tidak berkembang maka akan kita anggap sebagai sel yang mati," kata dr Ivan dari Klinik Morula.

melenyapkan sisa embrio yang tidak ditanam ke rahim: di setiap klinik ini asumsinya belum sama. Kalau di klinik kami embrio itu akan diletakkan di dalam medium, kita biarkan dia berkembang atau mati, tapi kami membatasinya sampai 5 tahun. Sebenarnya embrio itu bisa bertahan sampai kapanpun, tetapi kalau lebih dari 5 tahun kita asumsikan embrio ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Kalau mati dan tidak berkembang maka akan kita anggap sebagai sel yang mati.
Halaman 2 dari 6
Teknologi kedokteran memungkinkan sel telur dan sperma untuk dibekukan selama mungkin. Jika pada zaman dahulu usia reproduksi perempuan dibatasi oleh menopause, kini mereka lebih leluasa untuk mengejar karir misalnya, dengan terlebih dahulu membekukan sel telur untuk digunakan kelak saat sudah siap punya anak.

Beberapa klinik kesuburan di Indonesia memiliki layanan penyimpanan sel telur maupun sperma yang dibekukan. Tindakan seperti diperbolehkan untuk digunakan dengan pasangan resmi. Yang tidak diperbolehkan adalah jika sperma atau sel telur dibekukan untuk kemudian didonorkan.

Demikian pula sperma beku dari pasangan yang sudah meninggal, umumnya tidak boleh digunakan. "Ya kan sama pasangan, masa sama mayat," kata Dr R. Muharam, SpOG dari Klinik Yasmin RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Menentukan boleh tidaknya menggunakan sperma beku dari orang yang sudah meninggal memang bisa diperdebatkan. Jika berasal dari pasangan yang memang sejak awal merencanakan bayi tabung, namun dalam prosesnya kemudian meninggal dunia, beberapa dokter menilai masih memungkinkan untuk digunakan.

"Kalau ada surat nikah dan ada lembar persetujuan dari pasangan yang sah, boleh. Belum ada aturan khusus yang mengatur, harus ada diskusi mendalam," kata dr Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari Klinik Morula.

Di beberapa negara, donor sperma dan sel telur diperbolehkan. Pasangan tidak subur dan juga homoseksual banyak menggunakan jasa semacam ini. Namun untuk di Indonesia, layanan pembuahan berbantu hanya boleh digunakan oleh pasangan resmi, yakni suami istri.

"Donor sperma dan sel telur masih belum boleh," kata dr Aryando Pradana, SpOG dari Klinik Morula.

Pembuahan berbantu memang mempermudah bertemunya sel telur dengan sperma pada pasangan tidak subur. Namun jika ada gangguan juga pada rahim, maka kehamilan tetap sulit diwujudkan karena hasil pembuahan itu tidak bisa ditanam ke rahim.

Di beberapa negara, ada layanan surogasi atau penitipan kehamilan, yakni dengan menyewakan rahim untuk mengandung anak titipan. dr Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari Klinik Morula mengatakan, layanan seperti itu tidak dperbolehkan di Indonesia.

"Tidak boleh. Tidak boleh dari rahim orang lain, tidak boleh dari pasangan yang tidak sah, sejenis juga tidak boleh," kata dr Ivan.

Dengan proses yang hampir semuanya dikendalikan secara manual oleh manusia, teknologi bayi tabung memungkinkan para dokter untuk menentukan jenis kelamin anak yang akan dihasilkan. Meski secara teknis memungkinkan, kenyataannya para dokter tidak menganjurkan.

"Ya bisa saja, tapi ya sebenernya tidak boleh melawan alam," kata Dr Muharam.

Dengan alasan untuk menghindari penyakit bawaan yang berhubungan dengan jenis kelamin, memilih kromosom untuk menentukan jenis kelamin tetap bisa dilakukan. "Boleh sampai tahap memilih sperma. Kalau memilih embrio tidak boleh," kata dr Ivan dari Klinik Morula.

Salah satu proses yang kontroversial dalam proses bayi tabung adalah menentukan nasib embrio yang tidak terpakai. Dengan berbagai pertimbangan, umumnya sel telur yang digunakan tidak hanya satu, namun tidak semua ditanamkan kembali ke rahim setelah dibuahi.

"Sebenarnya embrio itu bisa bertahan sampai kapanpun, tetapi kalau lebih dari 5 tahun kita asumsikan embrio ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Kalau mati dan tidak berkembang maka akan kita anggap sebagai sel yang mati," kata dr Ivan dari Klinik Morula.

melenyapkan sisa embrio yang tidak ditanam ke rahim: di setiap klinik ini asumsinya belum sama. Kalau di klinik kami embrio itu akan diletakkan di dalam medium, kita biarkan dia berkembang atau mati, tapi kami membatasinya sampai 5 tahun. Sebenarnya embrio itu bisa bertahan sampai kapanpun, tetapi kalau lebih dari 5 tahun kita asumsikan embrio ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Kalau mati dan tidak berkembang maka akan kita anggap sebagai sel yang mati.

(up/vit)

Ulasan Khas Bayi Tabung
13 Konten
Program bayi tabung menjadi salah satu pilihan untuk pasangan yang sulit memiliki anak. Sayangnya, prosedur ini tidak efektif 100 persen lho. Untuk lebih jelasnya, simak ulasan khas kali ini.
Berita Terkait