"Di Indonesia itu prinsipnya menghindari minum es dan menghilangkan yang namanya garam atau makanan asin sebisa mungkin dalam 13 hari," terang ahli gizi Jansen Ongko, MSc, RD kepada detikHealth dan ditulis pada Rabu (28/1/2015).
Baca juga: Berolahraga dan Mengubah Pola Makan, Mana Lebih Efektif Untuk Turun Bobot?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya ketika orang tersebut merasa berat badannya sudah normal dan tak perlu membatasi makan lagi. Porsi dan pola makannya bisa saja menjadi berlebihan dan membuat bobotnya kembali naik.
"Kalau kita sebagai ahli gizi itu akan membuat bahwa kalau tidak 'on diet', maka tidak bisa kurus. Dari sisi psikologis kan ada yang merasa 'on diet' dan 'off diet', jadi diet itu seperti solusi. Padahal yang namanya diet itu kan pola makan, bukan solusi 'Duh harus diet nih'," pungkas Jansen.
Baca juga: Bobot Wanita Berisiko Meroket Jika Terus-menerus Dikritik Gemuk
Metode ini juga berisiko membuat seseorang mengalami eating disorder. Tak kalah penting, mengurangi asupan garam menurut Jansen juga bisa menimbulkan dehidrasi. "Dehidrasi tidak hanya kurang minum saja, ketidakseimbangan elektrolit juga jadi dehirasi. Itulah mengapa atlet pelari setelah lari berjam-jam butuh minuman elektrolit. Elektrolit itu ya natrium dan sodium," terangnya.
"Tapi ya nggak sampai yang jelek banget. Seandainya mereka tambahkan garam kan jadi pola makan biasa. Biasa saja, bukan diet yang bagaimana-bagaimana," pungkasnya.
Baca juga: Diet Madu: Manfaatkan si Kental Manis Ini Untuk Turunkan Berat Badan
(ajg/up)











































