Dijelaskan oleh dr Sita Ayu Arumi, SpOG, dari RSU Bunda Menteng Jakarta, bahwa nyeri persalinan dimulai sejak kala I persalinan, yaitu kala pembukaan. Di sini nyeri timbul akibat dilatasi serviks dan segmen bawah rahim serta peregangan dinding rahim.
Pada kala II persalinan, yaitu saat melahirkan bayi, nyeri ditambah dengan regangan dan robekan jaringan, misalnya perineum dan tekanan otot skelet perineum. Di sini nyeri dikatakan tajam dan terlokalisasi terutama di daerah yang disarafi oleh nervus pudendus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahap berikutnya yaitu nyeri saat pelepasan plasenta, di sini sebenarnya merupakan nyeri yang paling minimal dari seluruh proses persalinan. Tahap terakhir adalah nyeri yang timbul akibat penjahitan luka perineum dengan atau tanpa episiotomi. Nyeri timbul akibat kerusakan jaringan dan serabut saraf perifer," ungkap dr Sita kepada detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (9/9/2015).
Sementara itu, dr Hari Nugroho, SpOG dari RSUD Dr Soetomo Surabaya menambahkan bahwa keluhan nyeri umumnya mulai timbul sejak kontraksi semakin sering. Sekitar 90 persen ibu hamil akan mulai merasakan nyeri di antara usia kehamilan 37-42 pekan.
"Yaitu saat bayi cukup bulan dan siap untuk dilahirkan. Nyeri mulai timbul saat kontraksi, nyeri ini terjadi akibat dari rahim yang mulai kontraksi dan mengecil, akibatnya janin terdorong ke arah jalan lahir. Proses pembukaan ini yang akan membuat nyeri," imbuhnya.
Meskipun demikian, dr Hari menyebutkan ada beberapa program persiapan melahirkan yang dapat membantu calon ibu mengelola nyeri.
"Misalnya dengan mengubah mindset bahwa nyeri itu timbul sebagai proses yang baik, perjuangan demi seorang anak, atau apapun yang menenangkan. Sehingga pada saat nyeri itu datang, bukan keluhan atau teriakan yang keluar, melainkan semangat," tutur pemilik akun Twitter @drharinugroho tersebut.
Baca juga: Ini Sebabnya Mengapa Ibu Hamil Sering Mengeluh Nyeri Punggung (ajg/up)











































