Menurut ketua Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI) dr Kristiantini Dewi, Sp(A), kesadaran akan disleksia di Indonesia makin baik jika dibandingkan 10 tahun yang lalu. Meskipun, kadarnya bisa dibilang masih memprihatinkan.
"Kalau di Bandung kota saja kalau kita undang guru-guru dari sekolah ngetop mereka tak terlalu mengerti disleksia," kata dr Tian, begitu ia akrab disapa saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Rabu (28/10/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurangnya pemahaman akan disleksia dinilai dr Tian membuat banyak pengajar di sekolah tidak siap. Apalagi, mereka juga belum pernah mendapat training soal disleksia.
Baca juga: Infografis: Fakta-fakta Disleksia
"Itu yang jadi permasalahannya. Orang-orang disleksia ini dia akan jadi malas karena dibully. Padahal mereka itu butuh pertolongan, butuh diintervensi," tegas dr Tian.
Menurutnya, anggapan seperti itulah yang sangat bermasalah dan paling mengganggu untuk orang dengan disleksia. Akibatnya, tak jarang orang dengan disleksia memiliki rasa percaya diri yang jelek karena kerap dibully dan disebut bodoh oleh orang di sekitarnya.
Jika perlakuan seperti itu terus berlanjut, mereka bisa stres hingga depresi. Bahkan, ADI mencatat ada 5 kasus anak-anak usia 4 sampai 5 tahun yang memikirkan untuk bunuh diri.
"Disleksia tidak sesederhana itu. Ketika orang dengan disleksia dikenali tapi salah diintervensi, malah dibully, self esteem-nya rendah, malah jadi sampah masyarakat. Padahal dengan kepintarannya mereka bisa berprestasi," tutur dr Tian.
Baca juga: Deteksi Dini Disleksia Bisa Dilihat dari Kemampuan Bicara Anak (rdn/up)











































