Prinsip Ini yang Digunakan Dalam Tes DNA Anak Hasil Kekerasan Seksual

Prinsip Ini yang Digunakan Dalam Tes DNA Anak Hasil Kekerasan Seksual

- detikHealth
Jumat, 27 Mar 2015 08:06 WIB
Prinsip Ini yang Digunakan Dalam Tes DNA Anak Hasil Kekerasan Seksual
ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Sebagai salah satu dokter forensik ternama di Indonesia, dr Herawati Sudoyo, PhD seringkali dipanggil ke pengadilan dalam kasus legalitas anak hasil kekerasan seksual. dr Hera dihadirkan sebagai saksi kunci untuk membuktikan apakah anak yang dilahirkan korban benar-benar merupakan anak tersangka pelaku atau bukan.

Dalam lokakarya Tes DNA dalam Delik Susila, dr Hera menjelaskan bahwa saksi kunci harus mempunyai bukti kuat yang tak bisa disanggah untuk membuat pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bukti ini ia hadirkan dalam bentuk statistic soal kemungkinan seseorang mempunyai DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang sama.

"Jadi misalnya tes DNA sudah dilakukan dan ada identifikasi hasilnya menunjukkan kepada si tersangka, sementara tersangka kan akan terus menyanggah. Maka bukti statistik diperlukan agar hakim yakin bahwa DNA ini adalah benar-benar milik tersangka," tutur wanita yang menjabat sebagai Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ini, di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jl ‎Pangeran Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, seperti ditulis Jumat (27/3/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Hera melanjutkan bahwa ia akan membawa hasil tes DNA tersangka yang sudah dijabarkan. Untuk menjelaskannya, dr Hera menghitung jumlah alel (pengulangan) urutan basa DNA yang didapat setelah melakukan tes.

Baca juga: Tes DNA Paling Bagus Pakai Darah, Cuma Butuh 24 Jam untuk Tahu Hasilnya

Ia menjelaskan bahwa DNA manusia memiliki 4 basa penyusun yakni A (adenin), C (cytisone), G (guanin) dan T (timin). Sementara alel merupakan pengulangan dari urutan basa tersebut, dan ditemukan dalam satu keturunan. Artinya, alel yang dimiliki seorang anak merupakan gabungan dari alel ayah dan ibunya.

Seseorang dengan urutan basa AAGCTAAGCT misalnya mempunyai dua kali pengulangan. Jika jumlah pengulangan yang terjadi pada ibu dan anak sudah dihitung, maka bisa disimpulkan apakah tersangka merupakan ayah dari anak ini atau bukan.

"Misalnya alel anaknya 22 dan 27, lalu alel ibunya 27 dan 27, maka alel ayahnya bisa 22 dan 22 atau 22 dan 27. Akan lebih baik lagi jika bisa mendapatkan sampel darah keluarga lainnya sehingga bisa dibuktikan melalui family tree apakah anak ini hasil perbuatan tersangka atau bukan," urainya.

dr Hera menegaskan bahwa demi alasan kehati-hatian, tes DNA harus dilakukan dengan teliti. Sehingga bisa dikatakan tidak mungkin jika ada manusia di dunia yang memiliki DNA yang secara identik sama, bahkan pada kembar identik.

"Kemungkinannya itu sepuluh pangkat minus sembilan belas. Berapa persen coba kemungkinannya? Lalu dibandingkan dengan jumlah manusia di bumi? Inilah yang saya sebut statistik tidak terbantahkan. Sehingga kalau tes DNA mengatakan tersangka merupakan pelaku, maka tersangka sudah tidak bisa mengelak lagi," pungkasnya.

Baca juga: Tes DNA Bisa Ungkap Pelaku Kekerasan Seksual, Begini Caranya


(rsm/up)

Berita Terkait