Viral Tulisan Ujian Nasional Dokter vs Ujian BPJS, Ini Faktanya

Viral Tulisan Ujian Nasional Dokter vs Ujian BPJS, Ini Faktanya

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 25 Jul 2018 14:05 WIB
Viral Tulisan Ujian Nasional Dokter vs Ujian BPJS, Ini Faktanya
Viral di media sosial tulisan seorang dokter yang mengeluhkan adanya perubahan aturan oleh BPJS Kesehatan, berpotensi membuat pelayanan kesehatan menurun. Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom
Jakarta - Viral di media sosial tulisan seorang dokter yang mengeluhkan adanya perubahan aturan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Perubahan aturan tersebut dikatakannya menurunkan standar pelayanan kesehatan.

"BPJS dengan jajarannya sampai kebawah sangat sakti dan berkuasa dalam menentukan pengobatan pasien. Pilihan dokter dalam menentukan pengobatan akan di plototin oleh verifikator verifikator BPJS. Mereka (BPJS) menyatakan bahwa mereka bukan hanya juru bayar dan pada prakteknya mereka memang sampai ke ranah medis. Apa peranan mereka sesungguhnya bagi kami memang tidak jelas," demikian potongan tulisan viral tersebut.

DetikHealth pun menelusuri pengunggah tulisan yang viral itu. Diketahui, akun pengunggah bernama Dokter Patrianef di media sosial Facebook. Setelah dikonfirmasi, dr Patrianef mengakui bahwa tulisan yang viral itu adalah tulisannya.


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya yang saya tulis itu permasalahan yang sering kami, para dokter ini obrolkan. PB IDI sudah surati BPJS, organisasi profesi sudah surati BPJS, bahkan Persatuan Rumah Sakit juga sudah surati BPJS, tapi diacuhkan. Kita berharap lewat media sosial masyarakat tahu kalau mereka ini dirugikan, dengan diberikan pelayanan jaminan yang di bawah standar," terang dr Patrianef saat dihubungi.

Ia mempermasalahkan beberapa peraturan baru yang menurutnya merugikan masyarakat. Salah satunya adalah penanganan katarak yang berubah dari Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) ke fakoemulsifikasi.

ECCE merupakan tindakan yang dilakukan ketika penglihatan seseorang sudah sangat buruk, yakni 6/60. Artinya, jarak pandang yang harusnya terlihat jelas dari jarak 60 meter kini hanya bisa terlihat dari jarak 6 meter.

Di sisi lain, fakoemulsifikasi dilakukan ketika kondisi penglihatan sudah 6/18, di mana jarak penglihatan normal 18 meter baru terlihat jelas di jarak 6 meter. Dalam aturan terbaru BPJS, tindakan fakoemulsifikasi kini sudah tak lagi dijamin JKN.

"Kalau 6/18 saja mata sudah kabur, sudah tentu mengganggu produktivitas seseorang. Tapi sekarang tunggu 6/60 dulu matanya, hampir buta, baru bisa operasi katarak yang dijamin BPJS," tegas pakar bedah subspesialis bedah vaskular dari RS Cipto Mangunkusumo ini.
Dikatakan dr Patrianef, tulisan di media sosial itu diharapkan bisa dibaca mulai dari masyarakat hingga petinggi-petinggi di pemerintahan. Sebabnya, perubahan peraturan ini tak hanya merugikan masyarakat tapi juga dokter dan rumah sakit.

"Jadi BPJS merubah aturan penjaminan, tapi tidak disosialisasikan ke masyarakat. Ketika pasien berobat lalu tidak dijamin, dia marahnya ke rumah dan dokter, jadi berantem, padahal yang merubah BPJS," tutupnya.

Tonton juga video: 'Jeritan Karyawan PT Freeport: BPJS Disetop hingga Pemblokiran Rekening'

[Gambas:Video 20detik]




(mrs/up)
Kontroversi Peraturan Baru BPJS
22 Konten
BPJS Kesehatan menerapkan aturan baru terkait jaminan layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medis. Ada yang menilai aturan perlu untuk efesiensi tapi ada juga yang khawatir berkurangnya kualitas layanan kesehatan.

Berita Terkait