Bahas Kontroversi Aturan Baru BPJS, IDI Rapat dengan DJSN

Bahas Kontroversi Aturan Baru BPJS, IDI Rapat dengan DJSN

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 25 Jul 2018 11:50 WIB
Bahas Kontroversi Aturan Baru BPJS, IDI Rapat dengan DJSN
Terbitnya beberapa peraturan baru Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan disebut memancing reaksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom
Jakarta - Terbitnya beberapa peraturan baru Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebut memancing reaksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sedianya, Pengurus Besar IDI akan melakukan konferensi pers untuk menanggapi terbitnya peraturan BPJS Kesehatan yang berpotensi menurunkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun konferensi pers yang rencananya dilakukan siang ini ditunda karena IDI sedang melakukan rapat pembahasan dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Prof Ilham Oetama Marsis, SpOG, Ketua Umum PB IDI ketika dihubungi detikHealth membenarkan hal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mohon maaf saya sedang rapat dengan DJSN. Nanti kalau sudah dan ada perkembangan terbaru akan dikabarkan," ujar Prof Marsis, Rabu (25/7/2018).



Belakangan, terbitnya peraturan baru BPJS memang memancing reaksi, baik dari kalangan dokter maupun pasien. Tanpa menyebut peraturan mana yang dimaksud, Prof Marsis membenarkan bahwa hal itu termasuk materi yang dibahas dengan DJSN siang ini.

Masih terkait layanan kesehatan, baru-baru ini seorang pasien kanker payudara HER2 Positif juga menggugat BPJS. Obat trastuzumab yang ia butuhkan dihapus dari daftar jaminan BPJS Kesehatan. Kepala Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat, menyebut ini adalah keputusan Dewan Pertimbangan Klinis yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan.



Tonton juga video: 'D'Tutorial Menggunakan BPJS'

[Gambas:Video 20detik]

(mrs/up)
Kontroversi Peraturan Baru BPJS
22 Konten
BPJS Kesehatan menerapkan aturan baru terkait jaminan layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medis. Ada yang menilai aturan perlu untuk efesiensi tapi ada juga yang khawatir berkurangnya kualitas layanan kesehatan.

Berita Terkait