Menurutnya, bukan hanya merugikan masyarakat, peraturan tersebut pun bisa merugikan rumah sakit. Rumah sakit bisa merasa serba salah untuk menerapkan peraturan itu.
"Seandainya rumah sakit menolak (pelayanan -red), itu akan merugikan masyarakat," ujarnya kepada detikHealth, Selasa (31/7/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Marsis menegaskan bahwa BPJS Kesehatan harus berkoordinasi dengan PB IDI, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Tujuannya agar tidak ada pihak manapun yang dirugikan oleh Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Sementara itu Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan bahwa peraturan yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 tersebut telah diterapkan per tanggal 25 Juli 2018.
Budi menyebut bahwa peraturan tersebut diterapkan untuk efisiensi pelayanan dan pembiayaan. Idenya bukan dari BPJS melainkan amanah yang ditetapkan dari hasil rapat tingkat menteri.
"Efesiensinya itu, efisiensi yang diharapkan atas penataan penjaminan ketiga tindakan ini itu hampir sekitar 360 miliar, apabila dilaksanakan sejak bulan Juli ini," ujar Budi beberapa waktu lalu.
Menindaklanjutinya, PB IDI akan mengadakan rapat Selasa siang ini (31/7) dengan Kemenkes, DJSN, dan PERSI.











































