Sosok dr Terawan dan Terapi Kontroversial 'Cuci Otak' yang Dipopulerkannya

Sosok dr Terawan dan Terapi Kontroversial 'Cuci Otak' yang Dipopulerkannya

Rosmha Widiyani - detikHealth
Selasa, 22 Okt 2019 20:08 WIB
dr Terawan. Foto: Faiq Hidayat/detikcom
Jakarta - Salah satu tokoh yang dipanggil Presiden Joko Widodo adalah Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K). Pria yang disebut-sebut calon kuat menteri kesehatan ini menuai kontroversi akibat terapi cuci otak dengan alat Digital Substraction Angiography (DSA).

Kepada detikcom, dr Terawan mengatakan terapi tersebut awalnya hanya untuk meningkatkan keselamatan pasien saat tindakan. Namun dengan mengembangkan teknik, penggunaan alat DSA bisa untuk terapi beberapa kondisi.


"DSA sebenarnya adalah alat diagnostik yang bisa untuk terapi apa saja. Kalau ada yang pecah bisa ditambal melalui teknik DSA. Kalau itu tumor bisa dihantarkan obat kemo ke tumornya. Kalau dia harus disumbat bisa dihantarkan melalui alat DSA ini ke tempat tumor itu perlu disumbat dan lain sebagainya," jelas dr Terawan.

"Kalau untuk nambal pembuluh darah di otak yang pecah juga bisa dilakukan. Jadi teknik-teknik itu dikembangkan dari DSA diagnostik," kata dr Terawan ditemui di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Terkait penamaan, dr Terawan tidak mempermasalahkan terapi ini disebut cuci otak. Terapi DSA bisa diperoleh dengan harga berkisar 23 juta hingga 25 juta Rupiah. Beberapa nama besar yang sempat menerima DSA adalah Aburizal Bakrie, Prabowo, dan Dahlan Iskan. Terapi ini juga pernah diterapkan pada seribu orang Vietnam.

Terapi ini menuai kontroversi karena dinilai belum melewati uji klinis, sehingga keamanannya belum teruji secara ilmiah. Secara etis, terapi baru yang masih dalam tahap ini belum boleh diterapkan pada pasien.




(up/up)
Dokter 'Cuci Otak' Jadi Menkes
28 Konten
dr Terawan Agus Putranto dilantik menjadi Menteri Kesehatan dalam Kabinet indonesia Maju pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Dokter ini sarat dengan kontroversi metode 'cuci otak' yang juga menimbulkan perseteruan dengan Ikatan Dokter Indonesia.